KONTAN.CO.ID
- Hingga semester I-2017, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) masih
membukukan rugi bersih US$ 283,8 juta, atau naik 349% dibandingkan periode sama
tahun lalu yang senilai US$ 63,2 juta.
Salah
satu penyebab kenaikan rugi bersih tersebut adalah pencatatan transaksi tax
amnesty senilai US$ 137 juta pada April 2017. Selain itu, GIAA harus menanggung beban denda
US$ 8 juta akibat kasus persaingan bisnis kargo di 2012 lalu.
Perlahan
tapi pasti, maskapai pelat merah ini mulai mencatatkan pertumbuhan positif.
Sepanjang Juli 2017, Garuda mendapatkan profit sebesar US$ 31 juta. Ikhsan
Rosan, Senior Manager Public Relation Garuda Indonesia mengatakan,
capaian positif tersebut karena perusahaan terus melakukan efisiensi.
"Berkat program efisiensi, peningkatan penjualan, utilisasi yang tinggi,
serta rute-rute baru makanya ada peningkatan revenue," katanya kepada
KONTAN, Sabtu (2/9).
Agar
kinerja keuangan terus meningkat, Ikhsan menjelaskan, di bawah pimpinan
Direktur Utama Pahala N. Mansury, menajemen menjalankan strategi lima program
quick win, yakni optimalisasi armada, perbaikan tingkat layanan, optimalisasi
rute, peningkatan layanan digital, dan peningkatan sistem manajemen pendapatan.
Harapannya
sampai akhir tahun nanti, Garuda bisa menghemat anggaran US$ 100 juta melalui
lima program quick win tersebut. Garuda juga menargetkan mulai kuartal tiga dan
kuartal empat tahun ini mampu membukukan laba sebesar US$ 12 juta per bulan.
"Pada akhir tahun nanti mampu membukukan operating revenue sebesar US$ 3,5
miliar dari maskapai Garuda dan Citilink," sebut Ikhsan.
Per
semester I-2017, Garuda mencatatkan operating revenue US$ 1,9 miliar dengan
pertumbuhan 7% ketimbang periode yang sama tahun lalu. Kinerja operasional yang
tumbuh positif tersebut salah satunya ditunjang oleh pendapatan internasional
pada semester I-2017 yang meningkat 16% dengan jumlah penumpang internasional
yang juga meningkat 14,8% dibandingkan tahun sebelumnya.
Sampai
enam bulan pertama tahun ini, Garuda mengembangkan jaringan penerbangan baik
domestik maupun internasional seperti rute Surabaya-Ambon-Sorong,
Manado-Gorontalo, Ambon-Kaimana, Kaimana-Manokwari, Kaimana-Nabire, dan
Denpasar-Chengdu.
Peningkatan
juga tercatat pada pendapatan sektor non-scheduled flight services di semester
I- 2017 yang tumbuh signifikan sebesar 131,8% ketimbang periode sama 2016.
Namun
Garuda masih terbebani harga bahan bakar yang bengkak 36,5% dibandingkan
periode yang sama 2016. Tak pelak berdampak pada total net loss pada semester
I-2017 US$ 138 juta diluar non-recurring expense US$ 145,8 juta.
Adapun
net loss secara keseluruhan pada semester I-2017 USD 283,8 juta. "Faktor
utama kerugian adalah peningkatan beban operasional bahan bakar sebesar
36,5%," ungkap Ikhsan.
Sumber
: Kontan, 04.09.17.