Bisnis.com,
JAKARTA - Pengusaha di industri logistik mempertanyakan kebijakan BUMN
kepelabuhanan terkait dengan penetapan konsolidasi kargo ekspor untuk
alih muat (transshipment) di Pelabuhan Tanjung Priok.
Sebelumnya,
PT Pelabuhan Indonesia I-IV membuat kesepakatan untuk menetapkan dua pelabuhan,
Pelabuhan Tanjung Priok, untuk menjadi superhub yang fokus menjalankan
transshipment atau alih muat ke kapal besar tujuan ekspor.
Yukki N.
Hanafi, Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) yang juga menjabat sebagai
Chairman
Asean Federation of Forwarders Association (AFFA), mempertanyakan
kejelasan konsep superhub yang akan diterapkan BUMN pelabuhan.
Hal
ini, ujarnya, karena tidak ada konsep pelabuhan demikian dalam tata
kepelabuhanan nasional ataupun internasional sekalipun.
Berdasarkan
cetak biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas), hub internasional sudah
ditetapkan di Pelabuhan Kuala Tanjung dan Bitung. Jika dari pemerintah
mendukung hal ini, tentu harus ada revisi dari cetak biru tersebut.
"Berkaitan
double handling, saya tidak bisa membayangkan kalau [kargo ekspor] dari Sumatra
harus ke Jakarta dulu atau Makassar ke Surabaya atau ke Jakarta. Saya melihat
ada potensi kenaikan biaya logistik di situ," ujarnya kepada Bisnis,
Selasa (21/12/2016).
Dia
memahami keinginan mendatangkan kapal besar ke Pelabuhan Tanjung Priok dalam
rangka persaingan dengan Singapura dan Malaysia. Namun, operator pelabuhan dan
pemerintah harus mengalkulasikan kapasitas volume kapal besar yang dibutuhkan
untuk masuk ke Indonesia.
"Ini
tidak ada jaminan. Semua kapal besar itu sudah ada hubungan dengan [pelabuhan]
Singapura dan Malaysia," tegasnya.
Lebih
lanjut, dia mengatakan pemerintah dan BUMN harus melihat adanya kargo dengan
kebutuhan khusus yang harus cepat dikirim, seperti produk sayur, buah dan ikan
segar.
Kargo
jenis tersebut tidak mungkin mengunakan sistem pooling di satu pelabuhan karena
akan memperlama waktu pengiriman. Kebijakan ini, lanjutnya, akhirnya mematikan
direct call ke pelabuhan lain karena menganggu muatan di daerah. "Tidak
akan ada [direct call] yang masuk [ke daerah]," ujarnya.
Dia
membenarkan ada kemungkinan pengalihan pajak ekspor daerah dari pengapalan
internasional ke Ibu kota, lokasi Pelabuhan Tanjung Priok.
Aulia Febrial
Fatwa, Ketua Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia, menuturkan penetapan
transshipment kapal besar di Pulau Jawa tidak sesuai dengan Sislognas. Di dalam
Sislognas, sudah jelas hub internasional di Pelabuhan Kuala Tanjung dan Bitung.
ANCAMAN NASIONAL
Dia
menambahkan kebijakan ini akan mengancam keamanan dan pertahanan nasional
karena kapal asing masuk langsung ke perairan tengah Indonesia.
Selain
itu, dia menilai kebijakan ini jika diterapkan untuk kargo ekspor saja akan
berpotensi meningkatkan biaya logistik karena adanya double handling. Biaya
logistik tinggi menekan daya saing eksportir. "Kalau ekspor ke Jakarta
dulu, itu salah kaprah. Cost-nya seperti apa," ungkapnya.
Sementara
itu, dia menilai jika konsolidasi kargo ditujukan untuk barang impor, pengusaha
pelayaran nasional bisa diuntungkan. Di sisi lain, dia mempertanyakan dominasi
Pelabuhan Tanjung Priok karena semua arus barang dan peti kemas akan mengalir
ke sana.
Senator Nur
Bahagia, Guru Besar Teknik ITB, mengatakan kebijakan superhub seharusnya ditekankan
untuk konsolidasi barang impor. Sementara itu, dia menegaskan direct call harus
tetap mengakomodasi produk ekspor.
"Menurut
Sislognas, kita itu mempermudah ekspor dan memberikan barriers to entry untuk
impor melalui pintu tertentu. Itu ada konsepnya, daerah terdepan dan terdalam
kan," tegasnya.
Direktur
Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Elvyn G. Masassya mengatakan superhub ini
nantinya tidak akan menutup kesempatan pelabuhan di bawah BUMN lain untuk
melakukan direct call atau pengapalan langsung.
"Direct
call atau direct export tetap tercatat di situ. Pemerintah daerah akan mendapat
pendapatan dari ekspornya," paparnya setelah Rakor Pelindo I-IV di
Makassar, Senin (20/12).
Dia
mencontohkan kargo ekspor dikumpulkan di Tanjung Priok dan dimuat ke dalam
kapal besar sehingga tidak perlu melakukan transshipment di Singapura. Konsep
superhub ini, lanjutnya, segera diterapkan pada tahun depan.
Sementara
itu, Menteri
Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku senang adanya sinergi antara
Pelindo I-IV terkait konsep superhub ini.
"Saya
senang karena koordinasi mereka saling memberi. Ada kesepakatan antara mereka
mengenai hub dan superhub. Yang jadi superhub mungkin ada dua, Priok dan Perak,
yang lain hub juga. Proses ekspor terjadi di masing-masing pelabuhan, tetapi
transshipment hanya di titik tersebut," ungkapnya.
Sumber
: Bisnis Indonesia, 21.12.16.