JAKARTA.
Menteri
Perindustrian Airlangga Hartarto dengan Secretary General and Vice
President Public Affairs Michelin East-Asia and Oceania, Segsarn Trai-Ukos
menggelar pertemuan di Jakarta, Jumat (16/12). Mereka menyepakati tiga bidang
kerja sama yang dapat didorong oleh Kemenperin dengan industri ban asal Prancis
tersebut.
Pertama,
pertemuan membahas kerja sama untuk peningkatan akses pasar ban Indonesia ke
luar negeri khususnya pasar Amerika dan Eropa. Kedua, pengembangan bisnis
retreading tire atau yang lebih dikenal sebagai vulkanisir. “Bisnis vulkanisir
ini dikhususkan untuk ban pesawat terbang,” ujar Airlangga. Michelin sendiri
sebelumnya telah mengembangkan bisnis retreading tire di Thailand.
Menurut
Menperin, teknologi dan keahlian Michelin dapat membantu pengembangan industri
vulkanisir ban pesawat di Indonesia sekaligus mengikis persepsi negatif selama
ini.
Apalagi
industri manufaktur pesawat dan industri transportasi udara terus berkembang.
“Selain itu, hal ini juga dapat menekan cost dan turut serta dalam menjaga
lingkungan,” tuturnya.
Kerja
sama ketiga, yang perlu dijajaki adalah pemanfaatan ban bekas. Michelin
diharapkan dapat membantu pemanfaatan ban bekas untuk diolah menjadi unsur
pembangunan jalan, sehingga Indonesia dapat menggunakan limbah ban bekas untuk
pembangunan infrastruktur sekaligus mengurangi kerusakan lingkungan.
“Sebagai
contoh, saat ini terdapat 80 juta kendaraan bermotor roda dua sehingga total
ada 160 juta ban. Dengan rata-rata pemakaian selama 1,5-2 tahun, maka akan
banyak limbah ban bekas yang dapat dimanfaatkan,” ungkap Airlangga.
Dirjen
Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwi Wahjono, yang mendampingi Menperin
pada pertemuan itu juga menyampaikan, produsen ban asal Prancis tersebut
menanyakan lebih rinci terkait Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77 tahun
2016 tentang Ketentuan Impor Ban. “Pada dasarnya peraturan ini dibuat sebagai
upaya untuk menyerap karet alam Indonesia serta mengundang investasi, mengingat
importasi ban nasional naik 35% tahun lalu,” ujarnya.
Dengan
adanya regulasi tersebut, untuk mendapatkan izin importasi ban, salah satu
persyaratan yang harus dipenuhi adalah memiliki rekomendasi dari Dirjen IKTA
Kemenperin. Selain itu, diperlukan surat penunjukan dari prinsipal pemegang
merek atau pabrik di luar negeri yang disahkan notaris publik dan atase
perdagangan negara setempat.
Sigit
menjelaskan, upaya impor ban dapat dilakukan melalui Pusat Logistik Berikat
(PLB) yang ada di Indonesia, sehingga tidak lagi memerlukan rekomendasi dari
Kemenperin.
Menurutnya,
Michelin dapat memilih cara yang ingin digunakan untuk impor ban. "Kalau
lewat PLB, mereka tidak perlu rekomendasi dan tidak perlu pre-shipment dari
negara asal. Jadi, bisa langsung masuk ke sana. Kita kan punya 9 PLB,"
jelasnya.
Sumber
: Kontan, 16.12.16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar