KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Meski ada
kesepakatan antara pemimpin negara Amerika Serikat dan China dalam KTT G20
belum lama ini, namun perang dagang masih membayangi hubungan kedua negara.
Walau begitu, sejumlah korporasi besar Amerika Serikat masih melanjutkan
rencana bisnisnya di China. Seperti Boeing Co. siap yang membuka
fasilitas finishing pesawat Boeing 737 untuk menjadi pabrik pertama perusahaan
di China.
Seperti dilaporkan Bloomberg,
pembuat pesawat yang berbasis di Chicago ini akan meresmikan fasilitas yang
berlokasi di Zhoushan, pada hari Sabtu ini setelah masa pembangunan selama
lebih dari satu tahun. Fasilitas ini didirikan oleh perusahaan Boeing dengan
mitra lokalnya Commercial Aircraft Corp. of China Ltd (Comac).
Meski pabrik tersebut mulai
didirikan sebelum Donald Trump terpilih jadi orang nomor satu di Amerika Serikat,
peresmian fasilitas tersebut tetap dibayangi risiko dampak perang dagang. Terlebih, kesepakatan
gencatan senjata selama tiga bulan yang diumumkan awal Desember ini kini berada
di bawah ancaman sejak penangkapan Chief Financial Officer Huawei Technologies
Co. di Kanada karena tuduhan melanggar sanksi Iran.
Sementara fasilitas tersebut juga
merupakan upaya Boeing untuk makin meningkatkan penetrasi di pasar China.
Nantinya para pekerja di pabrik baru tersebut akan memberi sentuhan akhir pada
pesawat buatan AS yang didatangkan dari sebuah pabrik di wilayah Seattle,
sebelum mengantarkannya ke pelanggan lokal. "Sangat sulit untuk
melebih-lebihkan bahwa China saat ini adalah pasar yang penting," kata Ken
Herbert, analis dari Canaccord Genuity.
Sekitar satu dari setiap empat
pesawat jet yang dibangun Boeing dikirim ke China. Di sisi lain, maskapai
penerbangan dari negara tersebut adalah pembeli terbesar dari Boeing 737 yang
tak lain adalah sumber keuntungan terbesar Boeing.
China diperkirakan membutuhkan
sekitar 7.700 pesawat komersial selama dua dekade mendatang untuk bisa memenuhi
permintaan kalangan kelas menengah yang makin besar. Kebutuhan sebesar itu sama
dengan peluang pasar senilai US$ 1 triliun untuk Boeing, Airbus SE, dan pemain
lokal macam Comac.
Menambah fasilitas produksi di China
juga bisa meringankan beban pabrik Boeing di negara asalnya. Misalnya saat ini
perusahaan hanya membangun jet narrow body di Renton, Washington.
Sementara pesaingnya, Airbus
memiliki empat pabrik yang tersebar di seluruh dunia untuk pesawat A320,
termasuk yang ada di China. Namun selain investasi Airbus, basis komersial
Boeing di China juga ikut terancam oleh perang perdagangan yang dipicu oleh
Presiden Trump.
Dampak dari perang dagang itu, salah
satunya adalah ancaman China yang akan menaikan tarif pada Boeing 737 model
lama. Baru-baru ini, anak usaha China Southern Airlines Co. yakni Xiamen
Airlines, yang telah jadi pelanggan Boeing selama lebih dari 30 tahun, telah
memulai pembicaraan dengan Airbus.
Sebagai eksportir terbesar AS,
Boeing telah mendesak pemerintah kedua negara untuk menyelesaikan masalah
perdagangan mereka. Termasuk di industri kedirgantaraan yang menghasilkan
surplus sekitar US$ 80 miliar tahunan untuk AS.
Ekspansi Boeing ke China terbilang
lambat bila dibanding Airbus yang telah merakit A320 narrow body di negeri
tersebut selama satu dekade terakhir. Bahkan baru-baru ini Airbus memperluas
pabriknya di Tianjin untuk penambahan fasilitas finishing dan pengiriman A330
wide body.
Namun pendekatan Boeing yang lebih
hati-hati terhadap transfer teknologi di China juga dinilai mencerminkan
strategi khas dari perusahaan manufaktur asal Seattle. Pasalnya perusahaan
tidak memiliki pabrik lain di luar negeri, meskipun McDonnell Douglas Corp yang
dibeli Boeing pada tahun 1997, melakukan investasi besar-besaran dalam produksi
MD-80 China.
Meski begitu, Boeing masih
mengungguli penjualan atas Airbus di China, walau memang selisih penjualan
keduanya kian tipis. Menurut data CAPA Center for Aviation, pada Agustus tahun
ini Boeing memiliki 1.670 pesawat yang melayani pasar China. Sementara Airbus
mengekor dengan 1.598 pesawat.
Salah satu cara Airbus untuk
mengejar ketertinggalan adalah dengan merekrut seorang mantan pejabat China
untuk menjadi kepala baru guna meningkatkan hubungan dengan pemerintah dan
pasar. Sekaligus membuka pusat inovasi yang berlokasi di Shenzhen.
Sumber : Kontan, 14.12.18.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar