KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan teknologi penyedia
layanan transportasi berbasis aplikasi mulai diatur ruang geraknya dalam
menjalankan bisnis untuk angkutan sewa khusus online.
Hal tersebut tercantum dalam draft revisi PM Nomor 26 Tahun
2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum
Tidak Dalam Trayek yang menjadi payung hukum bagi taksi online berbasis
aplikasi.
Setidaknya, terdapat lima larangan dan kewajiban yang
harus ditaati oleh para perusahaan teknologi penyedia jasa transportasi
berbasis aplikasi tersebut yang disebut aplikator.
Dalam draft revisi PM 26/2017 tersebut tertera
aplikator dilarang bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum. Larangan yang
dimaksud yaitu:
1. Dilarang memberikan layanan akses aplikasi kepada
Perusahaan Angkutan Umum yang belum memiliki izin penyelenggaraan Angkutan
Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
2. Dilarang memberikan layanan akses aplikasi kepada
perorangan.
3. Dilarang merekrut pengemudi.
4. Dilarang menetapkan tarif.
5. Dilarang memberikan promosi tarif di bawah tarif
batas bawah yang telah ditetapkan.
Selain itu, aplikator juga memiliki 5 kewajiban yang
harus ditaati.
1, Aplikator wajib memberikan akses Digital Dashboard
kepada Direktur Jenderal, Kepala Badan, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya.
2. Wajib memberikan akses aplikasi kepada kendaraan
yang telah memiliki izin penyelenggaraan angkutan sewa khusus berupa kartu
pengawasan yang diusulkan oleh badan hukum.
3. Wajib bekerja sama dengan Perusahaan Angkutan Umum
yang telah memiliki izin penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan
Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
4. Wajib menaati dan melaksanakan tata cara penggunaan
berbasis teknologi informasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. Wajib membuka kantor cabang dan menunjuk
penanggungjawab kantor cabang di kota sesuai wilayah operasi.
Cucu Mulyana, Direktur Angkutan dan Multimoda Kementerian Perhubungan
berharap agar para aplikator sudah dapat menaati apa yang menjadi larangan dan
kewajiban seperti yang tertera dalam draft revisi PM 26/2017 ini mulai 1
November mendatang. Pemerintah tetap memberi
masa transisi selama tiga bulan.
"Jangan karena masih tiga bulan jadi tidak
langsung dilaksanakan. Sebaiknya harus segera ditaati," ujarnya, Senin
(23/10).
Seperti diketahui, 14 pasal dalam PM 26 Tahun 2017
dianulir melalui Putusan Mahkamah Agung (MA) pada Agustus lalu karena dinilai
tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Sumber : Kontan, 23.10.17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar