KOMPAS.com — Peluncuran sistem national single window atau NSW di empat pelabuhan utama dan satu bandara, yaitu Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, Belawan, dan Bandara Soekarno-Hatta, disambut baik para eksportir dan importir. Dua keuntungan praktis dari sistem ini adalah hemat biaya dan waktu.
Karena tak ketemu langsung, peluang terjadinya pungutan biaya berlebih (liar) menjadi semakin sempit.
NSW merupakan sebuah sistem pengurusan dokumen ekspor dan impor elektronik. Dengan sistem ini, pengusaha yang ingin mengurus dokumen ekspor/impor tak lagi harus bertatap muka dengan petugas bea dan cukai, tetapi cukup duduk di depan komputer yang terkoneksi secara online dengan sistem NSW.
"Karena tak ketemu langsung, peluang terjadinya pungutan biaya berlebih (liar) menjadi semakin sempit. Dengan cara ini, peluang adanya pemungutan lain dapat dicegah karena sistem yang bekerja dan bukan orang," kata Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim Isdarmawan Asrikan, Minggu (31/1/2010) di Surabaya.
Secara prinsip, jika sistemnya berjalan lancar, pengurusan dokumen ekspor dan impor secara elektronik melalui NSW akan lebih cepat. Dengan sistem ini, waktu pengurusan dokumen hanya berkisar 10 menit hingga 15 menit, sedangkan dengan sistem manual electronic data interchange pengurusan dokumen memakan waktu satu hingga lima hari.
"Sekarang prosesnya lebih cepat karena dokumen tinggal dikirim lewat internet dalam beberapa menit. Sementara dulu kami harus mengirim tenaga ke bea dan cukai, antre, dan dicek dulu," ujarnya.
Perangkat cadangan
Dalam kesempatan teleconference bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat (29/1/2010), saat peluncuran sistem NSW, Sumondo, eksportir alas kaki PT ECCO di Surabaya, mengharapkan pemerintah menyiapkan perangkat cadangan jika sewaktu-waktu sistem NSW mengalami gangguan.
Masalahnya, kerusakan sistem akan berujung pada lambatnya pengiriman barang dan membengkaknya sewa truk pengangkut. Jika demikian, pelanggan akan beralih ke eskportir lain.
Penerapan sistem untuk mempercepat penanganan dokumen ekspor impor sangat dibutuhkan. Apalagi, saat ini di Jatim terdapat 1.900 importir dan 3.000 eksportir yang melakukan aktivitas ekspor impor di Tanjung Perak.
24 jam, tujuh hari
Selain pencanangan sistem NSW, pemerintah juga memberlakukan operasi pelabuhan 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Meski slogan ini resmi diberlakukan, perubahan layanan signifikan belum terlihat di Pelabuhan Tanjung Perak.
Kalangan pengusaha masih pesimistis operasional layanan 24 jam dalam tujuh hari dapat berjalan secepatnya. Hal itu disebabkan perlunya pembenahan infrastruktur di berbagai sisi, seperti keterbatasan dermaga, kurangnya alat bongkar muat kapal, hingga minimnya jumlah truk.
Lebih jauh dari itu, jika pelabuhan benar-benar beroperasi 24 jam nonstop, lalu bagaimana kesiapan institusi-institusi terkait, seperti badan karantina, dinas perindustrian dan perdagangan, dinas pertanian, badan pengawas obat dan makanan, hingga perbankan. "Bagaimana pula kesiapan infrastruktur jalan seperti di Porong yang selalu macet?" tambah Isdarmawan.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia Jatim Prijanto menyatakan, kinerja ke pelabuhan tak akan berjalan lancar apabila tak ada kontribusi perbaikan kinerja dari berbagai sektor.
"Prinsip kami, begitu kapal sandar, kami harus segera bekerja. Tetapi, begitu kapal sandar, petugas bea cukai dan pemeriksa (surveyor) justru datang terlambat sehingga bongkar muat kapal terhambat dan harus membayar buruh lebih tinggi karena kerja atau tidak kerja mereka tetap dibayar," ujarnya.
Prijanto menyatakan, saat ini kelancaran barang dari proses bongkar muat kapal hingga ke gudang barang baru mencapai kisaran 75 persen. Hambatan distribusi barang hanya akan terpecahkan jika dilakukan penataan di semua pihak.
Menurut kesaksian para pengusaha, jika sebelumnya aktivitas kepelabuhan berjalan rata-rata hingga pukul 17.00, saat ini aktivitas baru bertambah hingga rata-rata pukul 21.00. Artinya, operasional pelabuhan 24 jam dalam tujuh hari masih sekadar menjadi slogan.
Tanpa dibarengi dengan gerakan revitalisasi institusi dan perangkat kepelabuhan, percepatan pengurusan dokumen ekspor/impor tak akan signifikan mendongkrak kelancaran roda distribusi barang di pelabuhan.
Slogan memang sudah dicetuskan, tetapi operasional Pelabuhan Tanjung Perak selama 24 jam dalam tujuh hari akan sekadar jadi angan-angan tanpa adanya perubahan sikap dan integritas dari semua pihak.
Sumber : Kompas, 01.02.10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar