Oleh: Nurbaiti
JAKARTA (Bisnis.com): Pemerintah segera siapkan tim transparansi pendapatan negara dan daerah dari industri ekstratif, baik sektor minyak dan gas bumi, maupun pertambangan mineral dan batu bara, menyusul dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diperoleh dari Industri Ekstraktif, pada 23 April 2010.
Tim tersebut akan melibatkan seluruh pihak terkait, termasuk unsur nonpemerintahan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maupun asosiasi perusahaan migas dan pertambangan untuk memastikan terlaksananya aturan tersebut sesuai dengan tujuannya.
Asisten Deputi Minyak Menteri Koordinator Perekonomian, Muhammad Husein mengungkapkan sesuai dengan amanat Perpres tersebut, tim transparansi itu ditargetkan mulai bekerja di awal 2011.
“Tim itu nantinya beranggotakan tiga orang dari pemerintah, dua dari nonpemerintah, tiga dari LSM, dan tiga dari perwakilan perusahaan untuk masa jabatan selama tiga tahun dan dapat diperpanjang sebanyak satu kali. Kami tengah mempersiapkan pembentukan Sekretariat dan SK [Surat Keputusan]nya dari Menko Perekonomian,” kata dia, hari ini.
Menurut dia, kehadiran tim tersebut diharapkan bisa mengontrol dan memastikan terlaksananya transparansi pendapatan negara dari sektor industry ekstratif.
Dia mengatakan pihaknya mempunyai dua pilihan untuk penerapan Perpres tersebut, yakni secara bersamaan di seluruh Indonesia dengan sistem yang sederhana atau pemberlakuan di daerah-daerah strategis sebagai pilot project untuk penyempurnaan lebih lanjut.
Husein menjelaskan dengan adanya Perpres No. 26/2010 terdapat mekanisme untuk saling memeriksa jumlah pendapatan negara yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemerintah maupun jumlah yang diterima pemerintah, baik yang diatur oleh peraturan perundang-undangan maupun kontrak atau ijin.
Di sisi lain, Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Ridaya Laodengkowe mengharapkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono memastikan agar semua badan pemerintahan yang terlibat dalam industry ekstratif bisa melaksanakan mekanisme transparansi yang diatur dalam Perpres tersebut secara konsekuen dan bertanggung jawab.
“Perpres ini sebagai penanda landasan formal keikutsertaan Indonesia dalam EITI [Extrative Industry Transparency Initiative] yang mengatur mekanisme transparansi aliran pendapatan Negara. Presiden harus bisa memastikan implikasinya di lapangan berjalan baik,” kata Ridaya.
Sementara itu, Direktur Eksekurif Indonesian Mining Association (IMA) Prio Pribadi Soemarno menilai kehadiran Perpres No. 26/2010 dapat membantu pemerintah daerah dalam melakukan kontrol terhadap penerimaan negara dari sektor migas dan pertambangan.
"Selama ini pemerintah daerah merasa kesal karena penerimaan royalti dan DBH Migas yang mereka terima lebih rendah dibandingkan proyeksinya. Aturan ini membuka jalan bagi pemda untuk melakukan kontrol ke pemerintah pusat,” kata dia.
Bagi sektor pertambangan sendiri, lanjut dia, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengakses kinerja perusahaan tambang, baik soal produksi yang dihasilkan dari tambang di daerah, maupun setoran yang dikembalikan perusahaan kepada pemerintah dan masyarakat setempat. (mrp)
Sumber : Bisnis Indonesia, 05.05.10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar