KOMPAS.com - Siapa yang tak kenal Nutella. Merek dari perusahaan Ferrero asal Italia ini sudah dipandang sebagai bagian dari budaya masyarakat terutama di Eropa dan Amerika Utara.
Salah satu selai coklat paling populer di dunia ini juga dikenal punya banyak fans yang loyal.
Sebut saja pembalap Michael Schumacher, artis Julia Roberts, pemain sepakbola asal Italia Francesco Totti, pemain NBA Kobe Bryant, sampai penemu Gnutella (sebuah jejaring untuk file sharing) Frankel dan Pepper yang kepikiran nama untuk software yang mereka develop ketika itu sewaktu makan roti dengan Nutella.
Karena begitu populernya merek ini untuk segala golongan mulai dari mereka yang masih anak-anak, muda, sampai tua, banyak dari fans mereka yang kemudian ’membajak’ brand Nutella dengan melakukan berbagai aktivitas yang eksperiensial.
Contoh dari pembajakan brand ini ada pada Nutella Party yang selama ini dikenal umum di kalangan remaja. Di beberapa negara Eropa, acara seperti ini bisa dilakukan dalam bentuk apa saja, mulai dari pesta di rural, pesta sekolah, sampai pesta ‘dugem’ dengan DJ.
Pesta Nutella ini bukan atas inisiatif Nutella, karena pada dasarnya ia dilakukan oleh komunitasnya. Di Pesta Nutella ini mereka bisa berkumpul dan bersosialisasi seperti layaknya acara pesta atau sekedar acara nongkrong bareng pada umumnya.
Tentunya acara itu menjadi luar biasa karena ada ritual makan roti lengkap dengan berkilo-kilo selai coklat Nutella.
Trend Nutella Party ini merebak menjadi bagian dari gaya hidup sosial di kalangan anak muda Eropa, terutama di Italia dan Prancis.
Ferrero sendiri melihat bahwa ternyata komunitas Nutella sudah terbentuk sendirinya walaupun bukan secara ’by-design’ atas inisiatif dari perusahaan.
Melihat antusiasme tinggi dari konsumennya ini, Ferrero yang awalnya skeptis terhadap efek internet, kemudian membangun sebuah wadah buat para fans Nutella (disebut dengan istilah Nutellari) dengan meluncurkan www.mynutella.com, yang merupakan sebuah website berorientasikan komunitas.
Di sini para anggota bisa saling membagi cerita seputar kehidupannya dan aktivitas-aktivitas yang humanis bersama Nutella yang dituangkan ke dalam bentuk cerita, foto, dan video.
Sepeti yang dikatakan oleh Cova dan Pace di dalam artikel di European Jurnal of Marketing berjudul ” Brand community of convenience products: new forms of customer empowerment – the case “my Nutella The Community”, praktek komunitisasi Nutella yang dilakukan oleh Ferrero adalah contoh bagaimana praktek pemasaran komunal dilakukan oleh sebuah merek yang umum terjangkau secara masal.
Kebetulan saja selama ini di buku-buku marketing modern, yang dibahas sebagai contoh pemasaran berorientasi komunal adalah merek-merek yang tergolong mahal, niche, dan ekslusif seperti Harley Davidson, Ducati, Apple Mac dan lain sebagainya.
Melakukan pendekatan komunal tentunya bisa dilakukan oleh semua perusahaan, asal mau melakukannya bukan untuk sekedar mengumpulkan database pelanggan mereka, namun mengkonek satu pelanggan dengan pelanggan yang lainnya, lewat kegiatan di dunia online maupun offline.
Satu hal yang menjadi penting adalah bagaimana pemasar mau memberikan kebebasan bagi para anggota komunitasnya untuk merasakan dan memiliki pengalaman terhadap merek.
Praktek pelaksanaannya tentu tidak lantas gampang. Karena perlu perubahan mental praktek lama yang vertikal. Dari dalam sendiri harus sadar bahwa dunia telah berubah dan semakin horizontal karena adanya connector di dunia online dan offline.
Ferrero pada awalnya skeptis dengan para fans-nya yang dikira keterlaluan dalam membajak brand Nutella.
Karena penaruhaan logo, nama, dan simbol-simbol lain yang merepresentasikan Nutella yang dilakukan oleh komunitas di internet dilakukan tidak atas izin perusahaan.
Situs komunal seperti Nutella Fans, Nutell@ Chat Club, dan nutellamania.com yang menjadi social connector di dunia online untuk para Nutellamaniacs sempat diancam untuk ditutup oleh Ferrero.
Langkah ini lantas menjadi pembicaraan dimana-mana, terutama di kalangan pencintanya sendiri yang sempat kecewa karena pada dasarnya mereka “telah kerja keras dalam mempublikasikan nilai-nilai dan mitos dari seputar brand yang dicintai pelanggannya sendiri.”
Tapi lama kelamaan Ferrero sadar bahwa dunia sudah semakin berubah dan internet membawa peluang bagi mereka untuk membuktikan diri bahwa ia pun bisa tampil bersahabat secara horisontal layaknya merek Nutella yang ia lahirkan.
Maka dari itu, Ferrero lantas masuk ke internet dengan meluncurkan portal resmi komunitas Nutella, mynutella.com, yang merupakan manifestasi dari sebuah spontanitas kehidupan sosial bersama Nutella, sekaligus langkah untuk membuat komunitas yang tidak hanya sifatnya ‘pool’ tapi berbasis ‘web.’
Satu hal yang menjadi signifikan dari langkah horisontalisasi di Ferrero lewat komunitas Nutella ini adalah bahwa dirinya sadar bahwa konsumen harus diberikan kebebasan untuk berekspresi dengan mereknya.
Dan efek dari pergeseran mental dari yang tadinya vertikal ke horizontal seperti ini memang luar biasa.
Karena pada akhirnya yang bekerja untuk membesarkan mereknya adalah anggota komunitas yang memiliki segudang kreativitas bahkan bisa dibilang lebih kreatif ketimbang brand manager di perusahaan Ferrero sendiri.
Nutella juga seakan tidak perlu lagi ‘salesmen,’ karena ‘salesmen’ sesungguhnya adalah para anggota komunitasnya.
Di dunia online, Nutella saat ini berada di ranking ketiga (setelah Obama dan Coca Cola) untuk pengikut terbanyak di Facebook Fan Page.
Di YouTube, jumlah video yang dibuat oleh fans Nutella tentang selai coklat hazelnut ini juga sudah ribuan lebih dan tentunya lebih terkesan jujur dan apa adanya ketimbang video iklan yang biasa dibuat oleh perusahan.
Dan tentunya aktivitas komunal tidak berhenti di dunia online karena justru diperkuat di dunia offline yang nyata.
Selain acara Pesta Nutella yang bisa dilakukan kapan saja dan oleh siapa saja (asal makan Nutella), setiap tanggal 5 Februari, para Nutellari menyelanggarakaan World Nutella Day atau Hari Nutella Sedunia yang merupakan festival perayaan yang diberi slogan “Nutella lovers unite for one day.”
Acara kebersamaan para pecinta Nutella ini adalah sebuah bentuk dari communal activation yang tentunya dilakukan bukan atas inisiatif dari perusahaan yang melahirkan merek, namun komunitas ‘pemilik’ merek Nutella.
Semua perusahaan dapat saja melakukan pendekatan komunal, tentunya tidak semua akan mendapatkan keistimewaan seperti Nutella yang mana komunitasnya secara kebetulan ‘membajak’ brand-nya dan melakukan segala bentuk kegiatan communal activation atas inisiatif sendiri tanpa campur tangan perusahaan.
Sebuah brand dapat mendapatkan privilige seperti ini karena karakternya yang telah melegenda dengan segala mitosnya yang dipercayai oleh komunitasnya.
Federico Minoli, yang sukses membawa pendekatan komunal di Ducati pernah mengatakan pada suatu kesempatan bahwa untuk menjadi sebuah legenda dan mitosnya, Anda perlu memiliki sebuah produk yang penuh dengan mitos pula.
Dan itu terjadi karena DNA-nya betul-betul beda, otentik, dan tidak dibuat-buat. Ia juga harus memiliki makna yang kuat bagi komunitasnya dan bisa dijadikan sebagai bagian dari bahan cerita kehidupan komunitasnya sehari-hari.
Nutella memang sebuah fenomena tersendiri yang sekiranya sangat relevan untuk dijadikan contoh praktek pemasaran di era New Wave.
Di mana perusahaan tidak lagi melakukan praktek yang serba vertikal, namun perusahaan hanya menjadi penonton di dalam sebuah ’show’ aktivitas pemasaran di dunia online dan offline yang dilakukan oleh komunitas pelanggan.
Oleh : Hermawan Kartajaya (HK), Waizly Darwin
Sumber : Kompas, 15.10.09.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar