SURABAYA (Bisnis.com): Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) akan direvitalisasi untuk mendorong pengembangan infrastruktur pelabuhan di lintasan tersebut.
"Jalur APBS diperdalam dari 9,5 meter menjadi 12 meter dan diperlebar dari 100 meter menjadi 200 meter,” kata Choirul kepada Bisnis.com di sela-sela diskusi revitalisasi APBS yang diadakan PT Pelabuhan Indonesia III di Surabaya, hari ini.
Dia menambahkan sejumlah pelabuhan yang segera dibangun dikawasan itu, lanjut Choirul di antaranya Pelabuhan Multiporpuse Lamong Bay yang dikembangkan PT Pelindo III, Madura Industrial Seaport City (MISI) yang dikembangkan PT Lamicitra berlokasi di Socah, Kabupaten Bangkalan.
“Rencana pengembangan pelabuhan lainnya berada di utara Kabupaten Bangkalan yaitu di Tanjung Bulupandan,” ujarnya.
Untuk itu, ungkapnya, keamanan APBS khususnya keberadaan pipa gas bawah laut Kodeco mesti dipertimbangkan keberadaannya bila proses revitalisasi akan dilakukan. Disisi lain, Administratur Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Erwin Rosmali menyatakan kawasan APBS mesti bersih dari segara halangan yang dapat mengganggu keamanan dan kelancaran arus pelayaran.
“Itu prinsip dasarnya, sehingga keberadaan kabel laut, bangkai kapal termasuk pipa gas seharusnya dibersihkan agar lalu lintas kapal menjadi aman,” kata Erwin.
Senior Project Enginering Kodeco Energy Ltd Gunadi Fajariyanto menyatakan pipa gas tersebut secara teknis aman dan kini telah ditanam pada posisi -12 meter low water spiring (LWS).
“Rencananya pipa gas akan ditanam hingga -16 LWS, namun berdasarkan usulan Adpel Tanjung Perak Surabaya menginginkan -19 LWS. Proses penanaman lanjutan ini akan dilakukan pada akhir Agustus 2010,” kata Gunadi.
Project Manager MH Poly (konsultan PT Pelindo III untuk revitalisasi APBS) Harold Berghuis menyarankan agar keberadaan pipa gas Kodeco lebih baik untuk direlokasi, karena ini lebih memungkinkan bagi proses revitalisasi APBS hingga batas maksimal pada kedalaman 16 meter.
“Meski ditanam 19 meter LWS, namun bila revitalisasi dilakukan hingga kedalaman 16 meter, keberadaan peralatan kapal keruk dalam melakukan aktivitasnya tidak bisa maksimal. Karena akan ada tekanan besar pada tanah bila proses pengerukan dilakukan,” kata Harold. (sut/yn)
Sumber : Bisnis Indonesia, 04.08.10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar