SURABAYA, KOMPAS.com- Indonesia perlu memikirkan kemungkinan dibentuknya Dewan Logistik Nasional yang diharapkan akan menjadi solusi bagi tingginya biaya angkut barang antar pulau di dalam negeri, bahkan mampu menyelesaikan hambatan bantuan korban bencana alam di daerah terisolir.
Sebuah dewan diperlukan agar kebijakan yang diterbitkan oleh setiap kementerian dan lembaga bukan kementerian tidak tumpang tindih satu sama lain, sehingga menyebabkan biaya tinggi dalam pengangkutan barang di Indonesia.
Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama Internasional sekaligus Ketua Gugus Tugas Kebijakan dan Kelembagaan Tim Penyempurnaan Penyusunan Cetak Biru Sislognas, Adhi Putra Alfian mengungkapkan hal tersebut di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (5/11/2010).
Adhi menjadi pembicara dalam Sosialisasi Sistem Logistik Nasional (Sislognas) Terkait dengan Daya Saing Ekonomi yang mulai dikembangkan pemerintah sejak 2006.
Menurut Adhi, dengan adanya Sislognas, pemerintah berharap tujuh kelompok masalah yang sekarang timbul dapat diselesaikan. Kelompok masalah pertama adalah penetapan komoditas.
Kedua, masalah infrastruktur. Ketiga, masalah pada aspek teknologi informasi dan komunikasi. Keempat, masalah pada penyedia jasa logistik.
Kelima, ada masalah pada aspek sumber daya manusia. Keenam, aspek regulasi. Ketujuh, masalah kelembagaan.
Pada kelompok masalah komoditas, Sislognas diharapkan akan ada fokus pada pengembangan komoditas unggulan nasional, sehingga Indonesia memiliki daya saing secara internasional.
"Penetapan komoditas unggulan ini adalah langkah pertama yang harus dilakukan dan penting pada Sislognas. Sebab, penetapan komoditas utama itu akan menjadi dasar pada pengembangan kebijakan infrastruktur (yang menjadi kelompok masalah kedua)," ujarnya.
Adapun masalah kelembagaan mengemuka karena Indonesia masih membutuhkan Tim Koordinasi Pengembangan Sislognas yang selanjutnya disebut Tim Nasional Logistik.
"Namun, jika kita ingin melakukan upaya lebih jauh lagi (lebih lengkap) maka dibutuhkan dewan nasional logistik. Minimal Tim Khusus-lah," kata Adhi.
Meski demikian, Adhi mengakui, dari ketujuh kelompok masalah itu, kelompok masalah regulasi merupakan aspek yang paling rumit diselesaikan.
"Masalah ini rumit karena tidak mudah melakukan sinkronisasi, harmonisasi, dan penyederhanaan peraturan perundang-undangan," katanya.
Sumber : Kompas, 05.11.10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar