JAKARTA: Kementerian Perindustrian menggencarkan program hilirisasi industri dan mengupayakan pemberian insentif bagi pengembangan industri yang bernilai tambah dapat keluar pada tahun ini, menyusul sinyal deindustrialisasi di Tanah Air.
Menteri Perindustrian M. S. Hidayat mengatakan sinyal deindustrialisasi memang sudah terlihat hal ini terlihat dari ekspor Indonesa yang didominasi oleh sumber daya alam.
"ini warning untuk semua pihak agar waspada," kata Hidayat ketika dihubungi malam ini.
Untuk mencegah terjadinya deindustrialisasi, Hidayat menegaskan pihaknya mengupayakan agar ekspor Indonesia memiliki nilai tambah, bukan hanya dalam bentuk sumber daya alam mentah.
Pada tahap awal, menurut dia, pihaknya akan membicarakan program hilirisasi dengan beberapa kementrian terkait, seperti Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Menteri Keuangan.
"Hari ini saya rapat dengan mereka untuk membahas usulan regulasi dan insentif dari Kemenprin untuk hilirisasi produk pertanian," tegasnya.
Dalam program hilirisasi, Hidayat mengatakan akan memfokuskan pada tiga sektor yaitu sektor pertanian, pertambangan, dan petrokimia.
Pada tahapan awal pengembangan hilirisasi industri akan dipacu pada sektor pertanian yang berbasis sawit, kakao dan karet.
"Dengan ada hilirisasi, semua SDA kita nantinya diekspor sebagai barang jadi bukan bahan mentah," ujarnya.
Untuk memuluskan kebijakan pengembangan industri yang bernilai tambah, lanjutnya, tentu dibutuhkan insentif.
Dia mengakui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Keuangan sudah memberikan sinyal positif untuk mendukung langkah tersebut.
Bank Indonesia sebelumnya mengingatkan bahwa sektor manufaktur nasional mengarah kepada deindustrialisasi sejalan dengan tingginya tren ekspor bahan mentah jika dibandingkan dengan produk olahan.
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan ancaman deindustrialisasi merupakan tantangan ke depan Indonesia dari sisi domestik di tengah berbagai pencapaian positif perekonomian nasional.
"Peran dari industri berbasis sumberdaya alam terus menguat. Jika dibiarkan, persoalan ini bisa mengarah pada deindustrialisasi," katanya.
Menurut dia, acaman deindustrialisasi dapat berdampak pada penurunan nilai tambah industri nasional dan tergerusnya produktivitas ekonomi.
Kondisi ini dinilai tidak menguntungkan di tengah persoalan pengangguran dan kemiskinan yang masih dihadapi Indonesia. Selain itu, industri manufaktur domestik dinilai masih kental dengan muatan ekspor.
"Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dibarengi dengan naiknya impor secara signifikan, sehingga berdampak pada penurunan surplus pada transaksi neraca berjalan," kata Darmin. (hl)
"ini warning untuk semua pihak agar waspada," kata Hidayat ketika dihubungi malam ini.
Untuk mencegah terjadinya deindustrialisasi, Hidayat menegaskan pihaknya mengupayakan agar ekspor Indonesia memiliki nilai tambah, bukan hanya dalam bentuk sumber daya alam mentah.
Pada tahap awal, menurut dia, pihaknya akan membicarakan program hilirisasi dengan beberapa kementrian terkait, seperti Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Menteri Keuangan.
"Hari ini saya rapat dengan mereka untuk membahas usulan regulasi dan insentif dari Kemenprin untuk hilirisasi produk pertanian," tegasnya.
Dalam program hilirisasi, Hidayat mengatakan akan memfokuskan pada tiga sektor yaitu sektor pertanian, pertambangan, dan petrokimia.
Pada tahapan awal pengembangan hilirisasi industri akan dipacu pada sektor pertanian yang berbasis sawit, kakao dan karet.
"Dengan ada hilirisasi, semua SDA kita nantinya diekspor sebagai barang jadi bukan bahan mentah," ujarnya.
Untuk memuluskan kebijakan pengembangan industri yang bernilai tambah, lanjutnya, tentu dibutuhkan insentif.
Dia mengakui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Keuangan sudah memberikan sinyal positif untuk mendukung langkah tersebut.
Bank Indonesia sebelumnya mengingatkan bahwa sektor manufaktur nasional mengarah kepada deindustrialisasi sejalan dengan tingginya tren ekspor bahan mentah jika dibandingkan dengan produk olahan.
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan ancaman deindustrialisasi merupakan tantangan ke depan Indonesia dari sisi domestik di tengah berbagai pencapaian positif perekonomian nasional.
"Peran dari industri berbasis sumberdaya alam terus menguat. Jika dibiarkan, persoalan ini bisa mengarah pada deindustrialisasi," katanya.
Menurut dia, acaman deindustrialisasi dapat berdampak pada penurunan nilai tambah industri nasional dan tergerusnya produktivitas ekonomi.
Kondisi ini dinilai tidak menguntungkan di tengah persoalan pengangguran dan kemiskinan yang masih dihadapi Indonesia. Selain itu, industri manufaktur domestik dinilai masih kental dengan muatan ekspor.
"Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dibarengi dengan naiknya impor secara signifikan, sehingga berdampak pada penurunan surplus pada transaksi neraca berjalan," kata Darmin. (hl)
Sumber : Bisnis Indonesia, 25.11.10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar