Sedikitnya terdapat tiga usulan dari asosiasi yakni jumlah pelabuhan sebagai pintu masuk impor produk tertentu, perluasan cakupan pos tarif atau nomor HS, dan pembatasan Angka Pengenal Importir Umum (API-U).
Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh mengatakan pihaknya sudah mengundang asosiasi untuk diminta tanggapan dan berbagai masukan, termasuk eveluasi atas implementasi kebijakan tersebut.
"Pada prinsipnya asosiasi tetap minta dipertahankan dengan sejumlah usulan baru sebagai revisi di permendag baru. Kami akan bahas ini di tingkat interdep," kata Deddy, kemarin.
Deddy menjelaskan untuk pelabuhan sebagai pintu masuk, ada usulan dari asosiasi yang tetap menginginkan pembatasan pelabuhan. Namun, di sisi lain ada usulan dari daerah lain untuk membuka pelabuhan di daerahnya masing-masing sebagai pintu masuk impor produk tertentu.
"Seperti Pelabuhan Tarakan dan ada beberapa pelabuhan lainnya yang minta dibuka juga sebagai pintu masuk. Tapi untuk usulan itu, kita lihat sepertinya agak sulit memperluas pelabuhan yang diatur," jelasnya.
Adapun terkait dengan perluasan cakupan nomor HS, Deddy menjelaskan sebagian pihak mengusulkan perluasan nomor HS dari HS yang sudah ada saat ini dan ada yang mengusulkan penambahan cakupan HS dari yang telah diatur saat ini. Usulan lainnya yakni pembatasan API-U.
Menurut Deddy, hal tersebut sangat sulit dilakukan pasalnya API-U boleh melakukan kegiatan importasi berbagai macam produk. "Dengan dibatasi, maka nanti API-U hanya akan mengimpor satu produk saya. Itu yang sulit untuk dipenuhi."
Terhadap sejumlah usulan yang masuk, Deddy mengatakan pihaknya akan mengkaji dampak dari setiap usulan itu, sehingga tetap sejalan dengan tujuan melindungi pasar dalam negeri, namun tidak terlalu memperketat bahkan menimbulkan kesan yang mengarah pada pembatasan produk impor yang akan masuk.
Pada perkembangan lain, impor lima produk tertentu yang diatur berdasarkan Permendag No.56/2008 mengalami lonjakan nilai impor yang cukup signifikan sebesar 56% selama Januari-Oktober 2010 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu dari US$2,162 miliar menjadi US$3,365 miliar.
Produk elektronika tercatat sebagai produk dengan kontribusi nilai impor yang paling tinggi selama 10 bulan pertama tahun ini sebesar US$3,244 miliar. Lonjakan nilai impor produk tersebut juga tercatat paling tinggi
sebesar 75,33%.
Menurut Deddy, lonjakan nilai impor tersebut tak selamanya berindikasi negatif. Pasalnya, yang menjadi target sasaran dari pengaturan kebijakan impor produk tertentu justru adalah impor ilegal. "Itu berarti bisa saja yang tadinya ilegal jadi legal.
Dengan demikian, impor yang ilegal itu bisa kita kontrol, apalagi dikaitkan dengan early warning system sehingga pengawasannya betul-betul efektif," jelasnya.
Dia menegaskan industri dalam negeri dapat mengajukan submisi untuk pengenaan tuduhan dumping atau tindakan pengamanan (safeguard) seandainya lonjakan impor itu mengganggu industri dalam negeri. "Yang paling mudah adalah dumping.
Dia menegaskan industri dalam negeri dapat mengajukan submisi untuk pengenaan tuduhan dumping atau tindakan pengamanan (safeguard) seandainya lonjakan impor itu mengganggu industri dalam negeri. "Yang paling mudah adalah dumping.
Sumber : Bisnis Indonesia, 14.11.10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar