JAKARTA.
Jumlah taksi daring akan dibatasi untuk menciptakan kesetaraan pelaksanaan
peraturan dengan taksi konvensional dan untuk menciptakan iklim bisnis
transportasi yang lebih sehat, kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat
Kementerian Perhubungan Pudji Hartanto Iskandar.
"Berkaitan
dengan titik jenuh atau kuota menjadi hal yang kita atur karena kalau tidak
diatur, kemudian banyak yang gabung, akhirnya akan berkurang pendapatan,"
kata Pudji usai uji publik Revisi Peraturan Menteri Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggraaan Angkutan Orang Dengan
Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek di Jakarta, Jumat (17/2).
Rencana
pembatasan ini adalah salah satu revisi PM 35/206 yang telah dilakukan uji
publik bersama Organisasi Perusahaan Nasional Kendaraan Bermotor di Jalan
(Organda), operator taksi daring dan pakar transportasi.
"Kalau
tidak dibatasi akan ada kerugian bagi para pengemudi, kedua kepada para
pengusaha itu sendiri, akhirnya jadi collaps (bangkrut), pengaturan itu kita
serahkan ke Pemda," katanya.
Saat
ini, dia menyebutkan, 5.000 unit taksi daring sudah
mendapatkan izin beroperasi dan 6.000 unit direkomendasikan untuk uji kir di
wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Mengenai
masalah tarif, Puji mengatakan akan diatur, yakni batas atas dan batas bawahnya
agar perusahaan taksi daring tidak serta-merta menaik-turunkan tarif.
"Selama
ini, situasinya sedang peak hours (jam sibuk), itu harganya tinggi, kalau
situasi yang lengang diskon gede-gedean, ini mendapatkan keluhan dari (taksi)
konvensional," kata dia.
Sekretaris
jenderal Organda Ateng Aryono mengaku mendukung rencana kebijakan ini karena akan
memperbaiki iklim usaha antarsesama angkutan sewa.
"Kuota
ini merupakan tanggung jawab negara untuk memastikan menjaga pelayanan serta
keseimbangan berbisnis, memang harus begitu karena dari sisi supply
(ketersediaan), bisa terus berlanjut atau tidak berlanjut," kata dia.
Sumber
: Kontan, 17.02.17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar