JAKARTA.
Ketua
Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan, jika
Indonesia tetap memilih bergabung dalam perjanjian perdagangan Trans Pasifik
atau Trans
Pacific Partnership (TPP), akan hanya buang-buang waktu dan biaya.
"Soalnya
jatuhnya kita cuma jadi member dan harus memulai negosiasi dari awal,"
ungkap Ade kepada KONTAN, Minggu (26/2). Dia melanjutkan, dengan keluarnya
Amerika Serikat (AS) dari TPP, peta persaingan ekspor dunia akan berubah.
Ade
mengatakan, selama ini yang menjadi daya tarik TPP bagi produsen tekstil ialah
keberadaan AS dan Kanada di dalamnya. Setelah AS keluar, justru keberadaan Free
Trade Agreement (FTA) yang lebih menarik.
"Utamanya,
pasar seperti Jepang, Korea dan ASEAN Community saat ini tentu lebih
menarik," ujarnya.
Di
sisi lain, Ade mengaku tak khawatir dengan sikap China yang akan menggerakkan
arah TPP sepeninggalan AS. Pasalnya, industri tekstil Indonesia lebih banyak
diserap oleh pasar Amerika, Eropa dan Jepang.
Sementara
produsen tekstil PT. Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) mengatakan, sebelum
memutuskan bergabung, pemerintah harus punya mekanisme perlindungan terhadap
industri dalam negeri.
"Jangan
sampai kita jadi net importer karena terlena dengan kelonggaran fasilitas
ekspor," sebut Prama Yudha Amdan Executive Assistant President Director Asia Pacific
Fibers (POLY) kepada KONTAN, Minggu (26/2).
Tahun
lalu, hampir 15% ekspor tekstil Asia Pacific Fibers mengisi pasar Amerika
Serikat, meski pengirimannya tidak langsung ke negeri Paman Sam.
Menurut
Yudha, skema soal ekspor-impor jika Indonesia bergabung dengan TPP akan sangat
menentukan pasar tekstil ke depannya. "Kalau mekanismenya itu benar-benar dibebaskan
tanpa mempertimbangkan kapasitas produksi dalam negeri, kami bisa
kewalahan," sebut Yudha. POLY merupakan sektor hulu dari industri tekstil
yang memproduksi bahan baku seperti polyester dan serat sintetis.
Sumber
: Kontan, 26.02.17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar