Bisnis.com, JAKARTA - Pembukaan jalur kerja sama dagang
bilateral, bisa menjadi solusi bagi Indonesia untuk mengamankan ekspornya ke India,
pascamundurnya negara itu dari Regional Comprehensive Economic Partnership
(RCEP).
Wakil
Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Benny Soetrisno
mengatakan mundurnya India dari RCEP menimbulkan kerugian bagi negara anggota,
termasuk Indonesia. Pasalnya, selama ini RCEP diharapkan menjadi pintu
masuk bagi Indonesia untuk mengamankan ekspornya dari hambatan tarif di Negeri
Bollywood.
“Kita pada awalnya berharap sekali, RCEP ini menjadi
solusi untuk memberikan keringanan hambatan ekspor ke India, yang tidak dicakup
oleh pakta Asean-India Free Trade Area (AIFTA),” katanya ketika dihubungi
Bisnis.com, Selasa (5/11/2019).
Dia mengatakan, pada awalnya pengusaha RI mengharapkan
dengan adanya RCEP, produk andalan ekspor RI seperti minyak kelapa sawit mentah
(crude palm oil/CPO) dan produk turunannya, batu bara dan produk logam lainnya
dapat memperoleh penurunan bea masuk dan pengurangan hambatan nontarif.
Untuk itu dia meminta agar Indonesia menggelar perjanjian
dagang bilateral secara mandiri dengan India. Hal serupa menurutnya sudah lebih
dahulu dilakukan oleh Malaysia melalui kerangka Malaysia-India Comprehensive
Economic Cooperation Agreement (MICECA).
Hal itu, menurutnya dapat menjadi solusi agar Indonesia
mendapatkan kepastian untuk mengakses pasar India. Perjanjian dagang bilateral
menurutnya, bisa menjadi jalan tengah bagi India untuk mengakses pasar
Indonesia, tanpa takut dibanjiri produk China, seperti yang mereka khawatirkan
dalam RCEP.
“Namun kita masih punya kesempatan untuk merayu India, untuk
kembali masuk ke RCEP. Sebab kita masih punya waktu sebelum RCEP diteken
penyelesaian negosiasinya pada 2020. Sebab India adalah pasar yang penting bagi
Indonesia,” katanya.
Senada, Ketua Bidang Industri Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Apindo) Johnny Darmawan menilai Indonesia bisa memanfaatkan
alasan mundurnya India dari RCEP untuk melakukan lobi-lobi guna membentuk
perjanjian dagang bebas dengan India.
“Indonesia bisa meninjau kenapa India mundur dari RCEP,
mereka keberatan dengan poin-poin perjanjian apa saja di RCEP. Dari situ kita
bisa mengetahui, harus menggunakan strategi apa untuk menjalin kerja sama
dagang bebas dengan India,” ujarnya.
Menurutnya, pasar
India sangat penting bagi Indonesia, mengingat populasi penduduk negara
tersebut yang mencapai 1,4 miliar orang. Di sisi lain, Indonesia pun terus
mencatatkan surplus neraca perdagangan dengan India.
“Tanpa adanya ikatan FTA dengan India yang lebih
komprehensif selain AIFTA. Bisa-bisa surplus neraca dagang kita dengan India
terus turun. Sebab negara tersebut sangat protektif dan reaktif dengan pasar
dalam negerinya,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha
Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kanya Lakhsmi mengatakan RCEP pada
awalnya menjadi harapan bagi pengusaha CPO untuk menjaga pasar ekspornya ke
India. Namun, dia mengaku tidak terlalu mempermasalahkan mundurnya India dari
pakta kerja sama ekonomi komprehensif tersebut.
“Di India, yang paling tinggi hambatan dagangnya, berupa
nontarif. Mereka sangat peduli dengan pasar dalam negerinya. Jadi, pemerintah
bisa lebih fokus untuk melakukan lobi-lobi dagang informal antarkepala negara
seperti menggunakan kebijakan tradeoff, ” katanya.
Lobi-lobi antarkepala negara melalui kebijakan tradeoff,
menurutnya lebih efektif membuat pasar ekspor CPO Indonesia di India terjaga.
Sebab, lanjutnya, India memiliki pola berdagang yang kaku.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan
Internasional (PPI) Iman Pambagyo menilai mundurnya India dari RCEP
tidak akan terlalu menggangu target-target yang dicanangkan Indonesia dalam
keikutsertaannya di pakta kerja sama internasional tersebut. Dia pun meyakini,
masih ada peluang bagi negara anggota RCEP untuk merayu kembali India masuk ke
perjanjian kerja sama internasional tersebut.
“Tidak ada persoalan yang berarti dengan mundurnya India.
Apabila kita membutuhkan kerja sama dagang bilateral pun, tidak menutup
kemungkinan kita melakukannya pada masa depan,”ujarnya.
Adapun, dalam pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) Asean di Thailand pada 4 November 2019, India mengundurkan diri dari
deklarasi penyelesaian teks perundingan RCEP. Dalam deklarasi kepala negara
anggota RCEP, negara-negara tersebut memahami kondisi India yang memiliki
masalah yang masih belum terselesaikan.
Sumber : Bisnis, 06.11.19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar