KOMPAS.com - Bertahun-tahun Jerman menduduki tempat teratas sebagai negara pengekspor nomor satu di dunia. Siapa yang tidak kenal mobil mewah Mercedes, perlengkapan rumah sakit dan telekomunikasi Siemens, atau mesin-mesin canggih berteknologi tinggi lain buatan negara pimpinan Ibu Angela Merkel itu?
Akan tetapi, pada penghujung 2009, mahkota itu direbut oleh China. China juga mengalahkan Amerika Serikat sebagai pasar mobil terbesar dunia pada tahun 2009 dan segera mengalahkan Jepang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Sebelumnya, China juga mengalahkan Jerman sebagai negara dengan kekuatan ekonomi ketiga terbesar di dunia pada tahun 2007. China tidak hanya mengekspor benda-benda dengan wujud besar seperti mesin, tapi juga barang-barang kecil lain seperti kancing baju, jarum, dan mainan anak-anak. Atau buah pir dan jeruk, juga aneka produk sandang.
Dan bisa dengan kasatmata dilihat, dari pasar tradisional Kairo, Mesir, hingga pasar suvenir di Australia, semua menyediakan barang-barang dari China. Sungguh sulit untuk tidak menemukan barang buatan China di tempat di mana pun di muka Bumi saat ini.
Ekspor China naik 17,7 persen pada bulan Desember 2009. Kenaikan ini menandai bangkitnya kembali ekspor China setelah 13 bulan berturut-turut melemah. Demikian pengumuman Pemerintah China di Beijing hari Minggu (10/1/2010).
Ekspor China selama bulan Desember bernilai 130,7 miliar dollar AS. Dengan demikian, sepanjang tahun lalu, total ekspor China mencapai 1,2 triliun dollar AS. Data yang dikeluarkan Pemerintah Jerman pekan lalu juga telah menunjukkan bahwa China sejak bulan November lalu merupakan negara pengekspor nomor satu di muka Bumi ini. Ekspor Jerman hanya mencapai 1,17 triliun dollar AS saja.
China juga tampaknya akan terus memproduksi barang-barang yang padat karya agar dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi para pekerjanya daripada memproduksi barang canggih yang berharga mahal.
Di China sedang ada kontroversi mengenai apakah China harus mendukung industri padat karya atau harus meningkatkan produksinya dengan barang-barang yang canggih dan berharga tinggi.
Dengan mengekspor 30 juta potong kaus, dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada China jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan mengekspor satu unit pesawat Boeing 747. Kalau China mengekspor 30 juta potong kaus, berarti dapat menciptakan lapangan kerja untuk 10.000 orang.
Status baru China ini merupakan simbol yang cukup berarti dan mencerminkan kemampuan bertahan serta industri manufaktur yang berbiaya rendah untuk dapat terus memasarkan produk di luar negeri walaupun saat ini sedang terjadi kelesuan. Ekspor China saat ini menempati sekitar 40 persen dari produk domestik brutonya.
Kenaikan ekspor dan bergairahnya perdagangan China bukannya tidak membawa risiko bagi China sendiri. Para ahli berpendapat bahwa kebangkitan perdagangan China tampaknya akan membawa dampak tekanan yang lebih besar lagi bagi China agar mau membiarkan mata uangnya menguat. Penguatan mata uang akan membuat produk-produk China semakin mahal di pasar ekspor.
Salah satu keluhan mitra dagang China adalah mata uang yang nilainya berada di bawah nilai pasar. Dengan kurs mata uang yuan yang murah, barang-barang ekspor China menjadi sangat murah dan memiliki daya saing tinggi. Kurs yuan yang dipatok terhadap dollar AS sejak pertengahan 2008 telah menjadi bahan perdebatan yang tidak kunjung usai.
China juga diharapkan meningkatkan konsumsi dalam negerinya agar tidak terlalu banyak tergantung pada pasar ekspor serta investasi untuk memicu pertumbuhan ekonominya. Sejauh ini China menolak mengubah kebijakan mengenai kurs mata uangnya. Perdana Menteri Wen Jiabao mengatakan, bulan lalu, China tidak akan membiarkan kekuatan asing menekan yuan.
Pelemahan dollar terhadap euro dan mata uang kuat lainnya turut melemahkan yuan di pasar. Keadaan ini semakin membuat barang-barang China lebih menarik lagi dan menambah surplus perdagangan China.(AP/AFP/JOE)
Sumber : Kompas Cetak, 11.01.10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar