JAKARTA: Jumlah standar nasional Indonesia (SNI) wajib bertambah menjadi 73 SNI dari posisi Maret 2011, menyusul terbitnya notifikasi atas lima SNI wajib untuk sejumlah produk berbasis logam.
Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian Arryanto Sagala mengungkapkan penambahan SNI wajib itu berasal dari produk-produk berbasis logam. "Jumlah SNI wajib kini bertambah menjadi 73 dari posisi Maret sebanyak 68 SNI," katanya hari ini.
Kemenperin sebelumnya mengusulkan 21 SNI wajib, meliputi persyaratan keselamatan dan kerja lampu swa ballast, pengondisian udara, lemari pendingin, dan mesin cuci.
SNI wajib juga diusulkan untuk produk tekstil dan mainan terkait dengan keamanan yang bersifat fisik dan mekanis, sifat yang mudah terbakar, ataupun migrasi unsur tertentu. Selain itu, SNI wajib diusulkan untuk persyaratan zat warna dan kadar formaldehida pada kain untuk pakaian bayi dan anak.
Kemenperin juga mengusulkan pemberlakuan SNI wajib untuk ayunan, seluncuran, dan mainan indoor dan outdoor. SNI serupa juga akan berlaku untuk baja batangan untuk keperluan umum, pipa baja lapis seng untuk saluran air, deterjen bubuk dan sorbitol cair.
Untuk kendaraan bermotor, SNI wajib diusulkan untuk baterai sepeda motor, kaca spion untuk kendaraan bermotor kategori M, N, dan L, aki kendaraan roda empat atau lebih, dan untuk keselamatan sepeda motor roda tiga.
Adapun, SNI wajib untuk industri maritim dan kedirgantaraan diusulkan untuk pelampung dan jaket keselamatan.
Jumlah SNI sektor industri yang sudah diterapkan pemerintah, baik yang bersifat sukarela maupun wajib, kini sebanyak 3.969.
SNI diterapkan terhadap enam kelompok industri, yaitu industri padat karya 433 SNI, industri kecil menengah 189 SNI, industri barang modal 693 SNI, industri berbasis sumber daya alam 843 SNI, industri pertumbuhan tinggi 358 SNI, dan industri prioritas khusus 146 SNI.
Mengenai usulan SNI wajib untuk pipa tanpa sambungan atau seamless pipe, Arryanto mengatakan hal itu bisa dilakukan apabila ada usulan dari pembina sektoral.
Menurut dia, penetapan SNI wajib untuk produk pipa yang banyak digunakan untuk operasi migas tersebut bisa diusulkan apabila pasar menghendaki.
“Kami bisa merespons apabila ada usulan dari direktorat pembina dan pasar menghendaki, apalagi sudah ada SNI-nya dan tinggal ditingkatkan menjadi wajib,” ujarnya.
Presiden Direktur Tenaris SPIJ Lucio Costarrosa sebelumnya mengatakan saat ini produk pipa tanpa sambungan nasional menghadapi situasi sulit terkait dengan penerapan free trade agreement (FTA) dengan China, yang memungkinkan membanjirnya penggunaan pipa sejenis dari China.
Dia mengungkapkan perusahaan dan industri nasional sangat dirugikan dengan munculnya kompetisi tidak fair dari China ,yang hadir dengan kualitas rendah dan berharga murah.
“Kami sangat besar kehilangan potensi karena kompetisi tidak fair yang tidak bisa diatasi, seperti dumping yang dilakukan kompetitor. Kami tidak bisa menjual di bawah harga. Kami lihat terjadi penurunan pangsa pasar sekitar 20% setiap tahun dalam dua tahun terakhir. Tentu saja ini sangat memberikan pengaruh negatif yang sangat besar bagi industri nasional.”
“Kami sangat memerlukan perlindungan dari pemerintah. Saat ini saja, dari total pasar pipa seamless di Indonesia sekitar 100.000 ton per tahun, 40% diperoleh dari impor,” tambahnya.(hl)
Sumber : Bisnis Indonesia, 30.05.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar