JAKARTA.
Sikap pemerintah yang ngotot mengerek tarif cukai rokok hingga 15% di 2016
terus menuai kecaman. Pemerintah dinilai tak pernah peduli dengan kondisi
ekonomi dan bisnis yang tengah lesu. Di tengah situasi sulit ini, tidak
seharusnya pemerintah memaksakan kebijakan yangmerugikan terhadap industri.
Ketua Harian Persatuan
Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), Agus Sarjono mengatakan, akibat kenaikan cukai
saban tahun yang terbilang tinggi, perusahaan pun terus menaikkan harga jual.
Masalahnya, kata Agus, kondisi ekonomi saat ini melemah dan daya beli
masyarakat merosot.
Ujungnya,
akan terjadi reduksi market yang berujung pada efisiensi perusahaan. Kemampuan
perusahaan untuk belanja pegawai akan terpangkas. Alhasil, efisiensi
besar-besaran dilakukan, hingga akhirnya melakukan rasionalisasi tenaga kerja
alias PHK.
Agus
mengungkapkan, akibat kenaikan cukai di luar kemampuan industri, ribuan
perusahaan rokok di Kudus terpaksa tutup pabrik.
"Tahun
2014 di Kudus, saya perkirakan masih ada 1.300 perusahaan rokok yang terdaftar,
tahun ini hanya tersisa kurang dari 300 perusahaan saja. Sementara yang rutin
belanja cukai tidak lebih dari 80 perusahaan. Jadi, pemerintah sukses menggerus
memberangus perusahaan industri hasil tembakau dalam negeri," tegas Agus.
Harusnya, di
tengah kondisi ekonomi yang sulit, pemerintah berlaku lebih adil. Jika kemudian
cukai rokok menjadi kontributor terbesar APBN, beri kesempatan kepada industri
rokok untuk juga meningkatkan produksi dan bukan dibatasi dan ditekan terus
dari sisi produksi.
"Jangan
meningkatkan pendapatan cukai dengan peningkatan tarif. Beri kesempatan dari
sisi kuantitas. Dengan jumlah produksi meningkat, kan, kontribusi cukai juga
naik. Ini paradoks sekali, sementara produksi ditekan, target cukai penerimaan
negara terus saja dinaikkan," tandas Agus.
Ia
mengingatkan, dari dulu sampai sekarang, sektor IHT selalu taat atas segala
kebijakan yang ada. Namun, jangan kemudian sikap manut industri itu malah
dibarengi dengan beban yang selalu tinggi. Bisa saja industri akan bertahan,
namun pada titik tertentu juga tidak kuat menahan beban hingga akhirnya gulung
tikar. Ujungnya, industri rokok dalam negeri sepenuhnya akan dikuasai asing.
"Selama
ini, kan, sudah jelas, perusahaan dalam negeri ditekan dari berbagai sisi,
sementara pemerintah melambaikan tangan pada investor perusahaan rokok asing
seperti Philip Morris. Mereka sudah mengantri semua dan siap masuk ke
Indonesia," sindir Agus.
Dihubungi
terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Jawa Timur Sulami Bahar
menegaskan, kenaikan cukai yang tinggi jelas akan membunuh industri tembakau di
dalam negeri. Dampak paling buruk, tentu saja ketika kenaikan cukai membebani
industri, sementara ketika kemampuan
industri tidak mampu, sudah pasti dampak terburuknya akan terjadi pemutusan
hubungan kerja.
"Dampak
paling parah dengan kenaikan cukai ini tentu saja industri rokok akan gulung
tikar, terjadi PHK ribuan buruh," tegas Sulami.
Ia kembali
mengingatkan pemerintah, kenaikan cukai tinggi ini akan makin menyuburkan rokok
ilegal yang ujung-ujungnya merugikan pemerintah sendiri. "Cukai yang naik
tinggi ini, sudah pasti akan membuat rokok ilegal makin naik
peredarannya," tandas Sulami.
Ketika tarif
cukai naik 8,4 % pada tahun 2014, ada sekitar 19 ribu buruh yang terpaksa
terkena PHK. Nah, dengan kenaikan cukai yang kini makin tinggi, sudah
dipastikan akan ada PHK yang lebih besar. Ia menghitung, khusus di Jatim saat
ini ada sekitar 155 buruh di industri rokok. Nah, dengan kenaikan cukai
terbaru, maka sudah dipastikan minimal akan ada 10 ribu buruh di Jatim yang
siap-siap terkena PHK.
Padahal, saat
ini Jatim memiliki kontribusi 60% terhadap industri rokok nasional. Kini,
akibat kenaikan cukai yang tinggi tiap tahun, sejumlah pabrik rokok mulai
gulung tikar. Selama tahun 2014 ada sekitar 400 pabrik di mana sebagian besar
sudah tutup.
Dengan adanya
kebijakan cukai tinggi di tahun depan, maka dipastikan akan ada puluhan ribu
buruh yang dirumahkan alias terkena PHK.
"Sangat ironis, industri rokok yang sudah mapan dan berkontribusi
terbesar justru diperlakukan seperti ini. Kenaikan cukai tinggi ini begitu
memberatkan industri," tegasnya.
Selain cukai
tinggi, Sulami juga menilai kebijakan
peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2015 makin
memberatkan industri. PMK nomor 20 ini
mengatur pembayaran pita cukai yang jatuh temponya pada bulan Januari dan
Februari (2016), harus dilunasi pada bulan Desember tahun 2015. Sehingga
hitung-hitungannya penarikan cukai tahun ini sebesar 14 bulan.
"Kami
yang sudah memberi kontribusi luar biasa terhadap negara, tetapi industri
tembakau nasional selalu dirongrong," tegasnya.
Ketimbang
hanya membebani industri tembakau dengan pajak dan cukai tinggi, akan lebih
baik pemerintah membuat grand design bagaimana melindungi industri hasil
tembakau terutama pabrik-pabrik kecil agar tidak gulung tikar di tengah
kenaikan cukai tinggi.
Industri
tembakau harus diberi keringanan seperti ada pajak khusus, kemudian fasilitas
kredit, juga diberikan penghargaan bagi mereka yang mencapai target.
Sumber :
Kontan, 12.10.15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar