Bisnis.com,
JAKARTA--Pelaku usaha logistik meminta pemerintah untuk fokus memanfaatkan
potensi pusat logistik yang eksisting daripada menargetkan Indonesia menjadi
pusat logistik di Asia Tenggara. Ketua DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder
Indonesia (ALFI) Yukki N. Hanafi menuturkan kegiatan logistik komoditi
yang dilakukan di dalam negeri masih banyak disimpan dalam gudang di luar
negeri.
Dia
mencontohkan salah satu kegiatan logistik yang memiliki potensi besar adalah
minyak dan gas. Dia menyebutkan kehilangan penanganan kegiatan logistik pada
komoditi tersebut mencapai Rp8 triliun-Rp12 triliun setiap
tahunnya. Padahal, dia meyakini kegiatan minyak dan gas masih mampu ditangani
oleh perusahaan logistik nasional.
Yang harus
dilakukan pemerintah adalah mengambil hak kita saja dulu. Contoh mengenai oil
and gas, itu baru satu dr sekian banyak jenis kegiatan logistik. Begitu banyak
kepentingan yang dilakukan pada kegiatan oil and gas, tapi pusat logistiknya
tidak di Indonesia, jelasnya, Minggu (18/10/2015).
Pemerintah
tak perlu membuka investasi asing untuk membangun pusat logistik untuk minyak
dan gas. Menurutnya, logistic center yang tersedia masih memiliki kapasitas
sekitar 20%-30% sehingga belum optimal digunakan.
Dia
memperhitungkan biaya logistik akan menjadi efektif dan efisien, bahkan turun
4%-5% dalam lima tahun ke depan dengan memusatkan seluruh kegiatan komoditi di
Indonesia. Selain itu, realisasi lima pilar reformasi dalam bidang logistik
harus terwujud.
Lima pilar
itu meliputi harmonisasi regulasi antarkementerian dan lembaga serta pemerintah
daerah, perbaikan infrastruktur, kebijakan fiskal, meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, dan meningkatkan profesionalisme pelaku usaha.
Kita harus
menjadi tuan rumah logistik di rumah sendiri, tidak perlu ketergantungan dengan
negara asing. Ketergantungannya dalam pola trade-nya, b to b nya, katanya.
Sebelumnya,
pemerintah berjanji bakal memberikan perhatian secara spesifik pada pusat
logistik nasional mengingat rendahnya peran pusat logistik Indonesia
dibandingkan dengan Singapura. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro
menyatakan pusat logistik di Asean seharusnya berada di Indonesia dimana
memiliki permintaan terbesar.
Sumber :
Bisnis Indonesia, 19.10.15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar