Bisnis.com, JAKARTA - Presiden
Amerika Serikat Donald Trump telah mengumumkan rencananya untuk melawan
apa yang disebutnya sebagai praktik perdagangan tidak adil dengan mengakhiri
preferensi perdagangan dengan India dan Turki.
Trump menyampaikan rencana tersebut
kepada Kongres pada Senin (4/3/2019) dalam suratnya yang menjelaskan niat untuk
mengakhiri kerjasama dagang yang menguntungkan India dan Turki di bawah program
Generalized
System of Preferences (GSP).
Kantor Perwakilan Dagang AS
mengatakan, kebijakan ini akan efektif setidaknya 60 hari setelah
pemberitahuan, dan akan ditetapkan melalui proklamasi presiden.
India adalah penerima manfaat terbesar dari program ini
pada tahun 2017 dengan total ekspor sebesar US$5,7 miliar ke AS yang diberi
status bebas bea (duty free).
Menurut laporan Layanan Penelitian
Kongres yang dikeluarkan pada Januari, Turki adalah penerima manfaat terbesar
kelima dengan US$1,7 miliar total ekspor ke AS.
Washington menyampaikan pada April
2018 bahwa mereka akan meninjau kelayakan India untuk terus menerima manfaat
dari program GSP pasca laporan dari beberapa perusahaan AS yang mengatakan
pengiriman produk susu dan alat kesehatan ke India dirugikan oleh hambatan
non-tarif.
Richard Rossow, penasihat senior dan ketua Wadhwani dalam studi kebijakan AS-India di CSIS, mengatakan
meskipun pembicaraan tingkat tinggi telah dilakukan tahun lalu, India
menunjukkan sedikit kecenderungan untuk mengalah terkait kebijakan tarif.
"Secara ideologis, saya
mengerti mengapa AS merasa harus mencabut GSP. Saya berharap ketegangan
perdagangan ini tidak berakhir dan meluas, karena dampaknya dapat meningkat
lebih lanjut dalam beberapa hari mendatang," ujar Rossow seperti dikutip
melalui Bloomberg, Kamis (7/3/2019)
Pada surat yang ditulis Trump kepada
Kongres, dia menyebutkan bahwa setelah diskusi intensif antara AS dan
pemerintah India, Trump mengatakan bahwa India belum mampu meyakinkan AS bahwa
mereka dapat memberikan akses yang adil untuk masuk ke pasar-pasar India
Manfaat bea yang diterima India dari
ekspor di bawah program GSP menurut Menteri Perdagangan India Anup Wadhawan,
relatif terbatas yakni sekitar US$190 juta dan penarikannya tidak akan memiliki
dampak yang signifikan.
Data dari Kementerian Perdagangan
India menyebutkan ekspor barang India ke AS mencapai US$48 miliar pada 2018
atau tumbuh 13% secara tahunan satu tahun.
Sementara itu surplus perdagangan
India sebesar US$21 miliar dengan AS membuat tresuri negara Asia Selatan
tersebut berada dalam daftar pengawasan manipulator mata uang.
Untuk mencegah perang dagang dengan
AS, India telah menunda pengenaan tarif pembalasan atas 29 barang impor sebagai
tanggapan atas kenaikan bea masuk pada berbagai produk. Ekspor teredam di
tengah perlambatan global dan perang tarif telah menambah risiko di ekonomi
terbesar ketiga di Asia itu.
"India telah menyelesaikan
masalah dengan AS, tetapi ada permintaan tambahan untuk mengurangi tarif,"
kata Wadhawan.
Dia menambahkan negara ekonomi
senilai US$2,6 triliun tersebut memiliki prioritas yang lebih mendesak seperti
masalah pembangunan dan tidak dapat berkompromi dengan keterjangkauan harga
peralatan medis sebagai salah satu barang yang terdampak tarif.
Dalam surat terpisah, Trump
mengatakan bahwa Turki bukan lagi negara berkembang berdasarkan tingkat
perkembangan ekonominya.
Keputusan Trump tiba pada saat yang
sulit bagi Perdana Menteri India, Narendra Modi.
Mondi akan menghadapi pemilihan umum
dalam beberapa pekan ke depan, ditambah lagi dengan situasi yang kembali
memanas dengan Pakistan menyebabkan bentrokan yang dapat menyebabkan perang
besar-besaran.
Pada saat yang sama, Trump memiliki
beberapa ketidaksepakatan dengan Pemimpin Turki, Recep Tayyip Erdogan. Perekonomian Turki yang dulu sangat kuat
telah melemah, kondisi itu kemungkinan akan menjadi masalah utama dalam
pemilihan lokal di akhir bulan.
Sumber : Bisnis, 07.03.19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar