KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik
antara pemegang saham PT Karya Citra Nusantara (KCN), yaitu PT KBN
dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) yang berlarut-larut membuat
pembangunan pelabuhan KCN ini terkatung-katung hingga saat ini. Hingga saat
ini, hampir sembilan tahun sejak masalah muncul, belum juga ada titik terang.
Direktur Utama PT KCN, Widodo Setiadi mengatakan konsep dasar Pelabuhan KCN Marunda memang
dibuat untuk mendukung poros maritim, yaitu menunjang pelabuhan utama Tanjung
Priok yang diperuntukkan untuk aktivitas bongkar muat kontainer. Sejak
keberadaan pelabuhan KCN, kapal-kapal pengangkut muatan curah seperti batubara,
komoditas cair, hingga pasir beralih melempar jangkar ke Pelabuhan KCN. Itu
membuat beban Tanjung Priok berkurang, sehingga bisa fokus menangani kapal
kontainer.
“Padahal, kami baru beroperasi
dengan menggunakan satu dermaga, dari tiga dermaga yang direncanakan. Itu pun
baru beroperasi sepanjang 800 meter dari total dermaga I yang memiliki panjang
1.950 meter. Bayangkan jika dermaga I ini sepenuhnya bisa beroperasi, ditambah
dengan dermaga II dan dermaga III. Kami memprediksi, dwelling time di Tanjung
Priok akan lebih menurun lagi,” kata Widodo dalam keterangan pers, Minggu
(12/5).
Sedangkan mengenai pengelolaan dan
pemasaran, Widodo mengatakan kuncinya adalah pengalaman serta kemampuan dalam
pelayanan. “Usaha di sektor pelabuhan ini tidak mudah, banyak aspek yang perlu
dipelajari. Karena itu kami sangat percaya diri karena telah memiliki pengalaman
lebih dari 30 tahun bergelut di sektor kepelabuhanan,” terang Widodo.
Pernah pada 2013, selama sekitar
empat bulan, akses masuk ke pelabuhan KCN diblokade secara sepihak oleh PT
Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Blokade ini adalah buntut dari tidak dipenuhinya
keinginan KCN untuk mengubah komposisi saham di KCN. Tak ingin kliennya
terkatung-katung, KCN langsung berinisiatif memindahkan layanan dengan menyewa
pelabuhan lain yang berdekatan. Meski untuk itu, KCN harus merogoh kocek lebih
dari Rp 10 miliar.
“Mereka yang menggunakan jasa kami
adalah untuk keperluan bisnis. Jadi bisa dibayangkan jika komoditi mereka tidak
bisa keluar dari pelabuhan karena aksesnya ditutup, berapa kerugian mereka.
Buat kami, tak apalah kami harus menanggung biaya untuk memindahkan layanan ke
pelabuhan lain, yang penting kepercayaan klien kepada kami harus kami jaga,”
terang Widodo.
Percontohan non APBN/APBD
Bukan kali ini saja pelabuhan KCN
menjadi percontohan. Bahkan sejak awal pembangunannya, pelabuhan KCN sudah
menjadi proyek percontohan skala nasional oleh Kementerian Perhubungan, sebagai
pilot
project atas proyek non APBN/APBD terintegrasi. Karena itulah pelabuhan
KCN masuk sebagai salah satu proyek strategis nasional. Hingga saat ini,
investasi yang dikeluarkan untuk pelabuhan KCN telah lebih dari Rp 3 triliun.
Karena statusnya sebagai proyek
percontohan itulah, pada 2017, Kementerian Perhubungan pernah merekomendasikan
Presiden Joko Widodo untuk hadir di pelabuhan KCN untuk menandatangani prasasti
peresmian dermaga I pelabuhan KCN, sekaligus groundbreaking pembangunan dermaga
II dan dermaga III.
“Namun, beberapa waktu sebelum
kedatangan presiden, KBN bersurat kepada Menteri BUMN meminta agar rencana
tersebut ditinjau ulang. Dalam surat tersebut, pihak KBN menyampaikan informasi
yang tidak sesuai fakta. Akibatnya, rencana kedatangan presiden pun batal,”
ujar Juniver
Girsang, kuasa hukum KCN dalam keterangan persnya.
Konflik antara pemegang saham KCN,
yaitu PT KBN dan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) yang
berlarut-larut membuat pembangunan pelabuhan KCN ini terkatung-katung hingga
saat ini. Pembangunan pelabuhan Marunda bermula saat KTU memenangkan tender
pengembangan kawasan Marunda yang digelar KBN pada 2004. Setahun kemudian, KTU
dan KBN bersepakat membentuk usaha patungan bernama KCN dengan restu
Kementerian BUMN dan Gubernur DKI Jakarta dengan komposisi saham KBN 15% dan
KTU 85 %.
Masalah muncul setelah pergantian
direksi pada November 2012 usai Posisi Direktur Utama beralih ke Sattar Taba.
KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50,
namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena
ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN dan Pemda DKI Jakarta sebagai
pemilik saham KBN.
Kejadian setelahnya, KBN malah tetap
menganggap memiliki saham 50% di KCN. Tak hanya itu, KBN juga mengirimkan surat
penghentian pembangunan pelabuhan Marunda kepada KCN dan berlanjut pada gugatan
perdata ke pengadilan untuk membatalkan konsesi.
Sumber : Kontan, 12.05.19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar