PARIS, KOMPAS.com - Sebuah kapal perang Perancis yang beroperasi di lepas pantai Somalia menangkap 35 perompak hanya dalam waktu 48 jam, kata Kementerian Pertahanan Perancis dalam sebuah pernyataan, Minggu (7/3/2010).
Penangkapan perompak itu merupakan hasil terbesar semacam itu sejak angkatan laut Uni Eropa mulai berpatroli di Teluk Aden dan Lautan Hindia bagian barat pada Desember 2008 dalam upaya mengakhiri gelombang pembajakan di jalur pelayaran teramai itu.
Frigat Perancis, Nivose, menyergap empat "kapal induk" dan enam perahu dalam berbagai operasi anti-perompakan dalam dua hari ini, yang dibantu dengan patroli udara Spanyol dan dua helikopter yang mengidentifikasi dan melacak perompak.
"Sejumlah tembakan peringatan dilepaskan untuk mencegah perompak agar tidak kabur," kata kementerian Perancis itu dalam pernyataan tersebut.
Kementerian itu tidak menyebutkan akan dibawa ke mana orang-orang yang ditangkap itu, namun baik Kenya maupun Seychelles telah mengadili perompak atas nama negara-negara Barat yang berpatroli di wilayah perairan tersebut.
Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun 2008 saja.
Perompak menyerang lebih dari 130 kapal dagang pada tahun itu, atau naik lebih dari 200 persen dari serangan tahun 2007, menurut Biro Maritim Internasional.
Kelompok-kelompok bajak laut Somalia, yang beroperasi di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Asia dan Eropa, memperoleh uang tebusan jutaan dollar AS dari pembajakan kapal-kapal di Lautan India dan Teluk Aden.
Perompakan meningkat di lepas pantai Somalia dalam beberapa tahun ini meski angkatan laut asing digelar di kawasan itu.
Patroli angkatan laut multinasional di jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Eropa dengan Asia melalui Teluk Aden yang ramai tampaknya hanya membuat geng-geng perompak memperluas operasi serangan mereka semakin jauh ke Lautan India.
Perompak dari negara Tanduk Afrika yang gagal itu saat ini menahan belasan kapal dan lebih dari 200 orang awak kapal, termasuk pasangan Inggris yang kapal pesiarnya dibajak di lepas pantai Seychelles.
Dewan Keamanan PBB telah menyetujui operasi penyerbuan di wilayah perairan Somalia untuk memerangi perompakan, namun kapal-kapal perang yang berpatroli di daerah itu tidak berbuat banyak, menurut Menteri Perikanan Puntland Ahmed Saed Ali Nur.
Pemerintah transisi lemah Somalia, yang saat ini menghadapi pemberontakan berdarah, tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka. Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain perompakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut.
Pemerintah transisi hanya menguasai sejumlah kecil wilayah di Mogadishu, ibu kota Somalia, dan sisanya dikuasai Al-Shabaab yang diilhami Al-Qaeda dan kelompok lebih politis Hezb al-Islam.
Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.
Gerilyawan muslim garis keras, yang meluncurkan ofensif sejak 7 Mei untuk menggulingkan pemerintah sementara dukungan PBB yang dipimpin oleh tokoh moderat Sharif Ahmed, meningkatkan serangan-serangan mereka.
Tiga pejabat penting tewas dalam beberapa hari sejak itu, yang mencakup seorang anggota parlemen, seorang komandan kepolisian Mogadishu dan seorang menteri yang terbunuh dalam serangan bom bunuh diri.
Sumber : Kompas, 08.03.10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar