JAKARTA.
Asian
Development Bank (ADB) menghitung tingkat investasi infrastruktur di
Indonesia masih rendah, hanya 2,6% dari produk domestik bruto (PDB). Akibatnya
kekurangan atau gap dana pembangunan infrastruktur Indonesia terus melebar.
Deputy Chief
Economist ADB Juzhong Zhuang bilang, hasil studi ADB menunjukkan kebutuhan dana
pembangunan infrastruktur Indonesia selama 2016-2020 mencapai US$ 74 miliar.
Angka itu memperhitungkan biaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Nilai
itu lebih tinggi dari estimasi di 2015 yang sebesar US$ 23 miliar. Artinya,
kekurangan atau gap pembiayaan infrastruktur Indonesia sebesar US$ 51 miliar
atau 5,1% dari PDB. Gap akan lebih kecil jika tidak memasukkan biaya mitigasi
dan adaptasi perubahan iklim yang diperkirakan sebesar US$ 4 miliar.
Tanpa
memasukkan mitigasi perubahan iklim, ADB menghitung kekurangan dana pembangunan
infrastruktur Indonesia mencapai US$ 47 miliar selama 2016-2020. "Untuk
Indonesia estimasi tanpa mitigasi perubahan iklim sebesar US$ 70 miliar,"
kata Zhuang, Selasa (21/3).
Wakil
Presiden ADB untuk Urusan Pengelolaan Pengetahuan dan Pembangunan Berkelanjutan
Bambang Susantono
bilng, ADB memberikan komitmen pembiayaan infrastruktur ke Indonesia sebesar
US$ 10 miliar, selama lima tahun ke depan.
Artinya
utang yang diberikan ADB ke Pemerintah Indonesia sebesar US$ 2 miliar atau Rp
26,6 triliun setiap tahun. Namun dengan kebutuhan pembiayaan infrastruktur yang
besar, Bambang bilang, perlu adanya investasi swasta. Harus ada private sector.
Kalau kita taruh US$ 1, mungkin ada Bill Gates Foundation masuk US$ 10,"
ujarnya.
Direktur ADB
Edimon Ginting
bilang, fungsi ADB tidak hanya pembiayaan ke pemerintah, tetapi juga mendorong
sektor swasta. Oleh karena itu, ADB akan menaikkan pinjaman ke private sector
di Indonesia. Mungkin pinjaman sekitar US$ 400 juta- US$ 600 juta, tapi skema
co-financing bisa lebih besar," katanya.
Untuk
menarik investasi swasta di infrastruktur, Bambang berharap adanya reformasi
regulasi dan kelembagaan. Juga perlu undang-undang (UU) yang mengatur Kerjasama
Pemerintah dan Swasta (KPS). Pemerintah juga perlu merampingkan proses pengadaan,
mekanisme penyelesaian sengketa, dan mendirikan unit independen KPS. Pendalaman
pasar modal juga perlu guna menyalurkan tabungan menjadi investasi
infrastruktur, katanya.
Sumber
: Kontan, 22.03.17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar