KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peningkatan
biaya pengangkutan kontainer ekspor dan impor selalu meningkat dari tahun ke
tahun. Hal tersebut disebabkan karena masalah kecepatan pengangkutan.
Berbagai upaya seperti perbaikan infrastruktur,
pembangunan jalan tol dan pembatasan jam operasional truk masih belum bisa
mengatasi kemacetan. Inefisiensi yang terjadi harus ditanggung oleh perusahaan
jasa transportasi (trucking), shipper, dan shipping line. Inefisiensi ini
berdampak terhadap peningkatan biaya logistik.
Supply Chain Indonesia (SCI) menganalisis bahwa salah satu faktor penyebab masalah
ini adalah lokasi depot kontainer sebagai salah satu fasilitas logistik yang
kurang tepat. Selain itu, kegiatan ekspor dan impor Indonesia, yang masih
terkonsentrasi di Pelabuhan Tanjung Priok, sangat terfragmentasi antara
kegiatan impor (inbound) dan ekspor (outbound).
Kontainer impor yang masuk ke Pelabuhan
Tanjung Priok harus diturunkan isinya di beberapa kawasan industri
dengan wilayah yang tersebar. Kemudian, kontainer kosong harus dibawa ke depot
kontainer yang berada di sekitar Tanjung Priok, Cakung Cilincing, atau
Marunda untuk dibersihkan, diperbaiki jika rusak, dan dipastikan
kelaiklautannya untuk penggunaan selanjutnya.
Di depot, kontainer-kontainer
ditumpuk selama rata-rata dua minggu sampai empat minggu, sebelum akhirnya
digunakan untuk ekspor. Setelah dipesan untuk ekspor, kontainer harus kembali
menuju pabrik (wilayah industri) tempat shipper menaikkan barang yang akan
diekspor. Setelah itu, kontainer dibawa kembali ke Tanjung Priok untuk
dinaikkan ke kapal.
Chairman SCI, Setijadi, menyatakan bahwa dalam siklus proses inbound dan
outbond tersebut terjadi empat arus truk dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok,
yang seharusnya bisa disederhanakan menjadi dua arus saja jika lokasi depot
kontainer ada di kawasan industri dan bukan di wilayah sekitar pelabuhan.
“Seharusnya depot kontainer berada
dekat dengan kawasan industri. Dengan demikian, setelah kontainer menurunkan
barang inbound di pabrik terkait, trailer bisa langsung menuju depot terdekat
untuk pengecekan kelaiklautan kontainernya, sehingga bisa langsung menuju
pabrik lain di wilayah yang sama untuk pengangkutan barang ekspor. Jadi, dua
arus proses inbound dan outbound kontainer bisa tercapai," ujarnya dalam
siaran pers, Rabu (9/1).
Peningkatan efisiensi sistem
tersebut akan lebih efektif dan efisien, jika ada satu wadah yang bisa
mempertemukan para pemangku kepentingan logistik. Johannes M. Situmorang, CEO
bagibagi logistics, mengatakan angkutan khusus kontainer pelabuhan
tidak hanya memerlukan sekedar digitalisasi proses, lebih lagi memerlukan
perubahan bisnis model.
"Platform cerdas bagibagi
logistics ini akan mengintegrasikan proses melalui kolaborasi dan
crowd-sourcing dengan mempromosikan transparansi supply demand di antara semua
pemangku kepentingan, termasuk shipper, shipping lines, perusahaan truk, dan
depot kontainer universal," katanya.
Sumber : Kontan, 09.01.19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar