Bisnis.com, SURABAYA - Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memeriksa pihak PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo)
III sebagai saksi atas dugaan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
dalam industri jasa freight container (uang tambang) dengan rute Surabaya –
Ambon.
Kepala KKPU Jatim Bali Nusra, Dendy R. Sutrisno mengatakan dalam sidang dengan agenda pemeriksaan yang
berlangsung pada 17 Januari 2019 tersebut, KPPU menghadirkan saksi dari pihak
Pelindo III untuk membahas komponen serta besaran tarif di pelabuhan yang
dibebankan pengelola kepada perusahaan pelayaran, khususnya rute
Surabaya-Ambon.
"Dalam agenda pemeriksaan saksi
ini, KPPU ingin tahu bagaimana sebenarnya tarif tersebut terbentuk dan apa saja
komponen yang terkait," katanya, Kamis (17/1/2019).
Adapun sidang tersebut diketuai oleh
Ketua
Majelis Komisi Harry Agustanto, serta Anggota Majelis Komisi M. Afif
Hasbullah dan Ukay Karyadi.
Sidang lanjutan Perkara Nomor 08/KPPU-L/2018
tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
dalam industri jasa freight container itu mengahadirkan saksi yakni Kepala
Bagian Hukum Pelindo III.
"Saksi hari ini merupakan saksi
yang diajukan oleh tim investigator penuntut KPPU," imbuhnya.
Diketahui perkara dugaan monopoli
usaha freight container itu melibatkan empat perusahaan pelayaran yang diduga
melakukan perjanjian penetapan harga uang tambang dengan kenaikan tarif sekitar
100%.
Ke empat perusahaan tersebut adalah PT
Meratus Line, PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk, PT Salam Pasific Indonesia Line, dan PT
Tanto Intim Line yang masing-masing diduga telah membuat surat
kenaikan tarif freight container dengan tanggal efektifitas yang sama.
Perkara tersebut bermula dari
laporan yang diterima oleh KPPU tentang adanya dugaan perjanjian penetapan
harga uang tambang yang dilakukan oleh 4 pelaku usaha pelayaran dengan rute Surabaya-Ambon
pada Agustus 2017.
Dalam laporannya, empat perusahaan
ini diduga mengakibatkan konsumen tidak memiliki pilihan yang pada akhirnya
berpengaruh pada harga barang-barang yang masuk ke Kota Ambon menjadi lebih
mahal.
"Pada Desember 2018 lalu, kami sudah
lakukan pemeriksaan terhadap 6 saksi yang merupakan pengguna layanan jasa
pengiriman barang freight container tersebut," imbuh Dendy.
Sumber : Bisnis, 17.01.19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar