JAKARTA: Aktivitas industri dinilai sudah sangat membutuhkan solusi bisnis analitik, menyusul terjadinya ledakan data yang menjadi tantangan bagi perusahaan untuk memanage dan menggunakannya dalam mendorong pertumbuhan bisnis.
Associate Vice President IDC Asia Pasifik Philip Carter mengatakan era big data telah tiba, dengan gudang data multi-petabyte, interaksi social media, data yang masuk secara real-time, informasi geospasial dan sumber data baru lainnya menunjukkan tantangan dan sekaligus kesempatan signifikan yang dihadapi organisasi.
Menurut dia, di masa mendatang, CIO (Chief Information Officer) butuh mengadopsi kelas baru teknologi yang diperlukan untuk memroses, menemukan dan menganalisa rangkaian data masif yang tidak dapat diatasi dengan menggunakan database dan arsitektur tradisional.
“Akan menjadi jelas jika nilai sebenarnya akan diperoleh dari analytics high-end yang dapat dilakukan pada volume yang meningkat, kecepatan dan variasi data yang dihasilkan oleh organisasi,” ujarnya, dalam siaran pers yang diterima Bisnis, hari ini.
Berdasarkan global Survey yang dilakukan Bloomberg BusinessWeek Research Services dengan disponsori oleh SAS pada Mei lalu terhadap 930 pebisnis profesional untuk menentukan kondisi business analytics dalam organisasi mereka menunjukkan solusi bisnis analitik telah meluas.
Sebanyak 97% dari responden yang di survei menyatakan menggunakan bisnis analitik dalam organisasi mereka, namun, sebagian besar dari perusahaan tersebut belum menggunakan analitik dengan kemampuan canggih yang sudah tersedia di pasar.
Untuk survei ini, kurang dari satu dari lima perusahaan telah mengambil keuntungan dari teknologi yang berkembang dari sumber-sumber informasi (seperti data Web, social media dan data tidak terstruktur dari teks dan video).
Organisasi di kawasan Asia Pasifik telah banyak memperoleh ide tentang pemanfaatan data mereka untuk menghasilkan wawasan, sedangkan sebagian besar masih pada tahap awal dalam penggunaan analitik.
Beberapa organisasi telah mengadopsi solusi bisnis analitik untuk mengambil keuntungan dari big data dan mengubahnya menjadi wawasan berharga dan keputusan yang lebih baik.
Adapun, SAS telah mendukung lingkungan big data selama bertahun-tahun, dengan solusi yang mampu memberikan nilai analitik, sekaligus wawasan dari data-data yang ada.
Executive Vice President, SAS Europe, Middle East, Africa and Asia Pacific Mikael Hagstrom menyatakan SAS memiliki rangkaian kemampuan yang luas untuk mendukung Big Data Analytics, seperti grid, in-database, dan in-memory.
Kemampuan ini dapat diimplementasikan lintas solusi SAS, seperti manajemen data, analytics dan BI/reporting, serta solusi untuk industri tertentu dan bisnis horisontal.
“Dengan Big Data Analytics, organisasi dapat membuat keputusan yang lebih baik dan cepat, tidak hanya berdasarkan apa yang terjadi, melainkan apa yang akan terjadi kemudian. Big Data Analytics juga dapat memprediksi hasil terbaik dan tetap dapat menunjukkan penampilan maksimal meski berada dalam perubahan yang cepat,” jelasnya.
Sejumlah perusahaan yang telah menggunakan Big Data Analytics SAS seperti Industrial and Commercial Bank of China Ltd. (ICBC), China Guangfa Bank, Hyundai Marine & Fire Insurance, KDDI (perusahaan telekomunikasi di Jepang), Malaysia Building Society Berhad (MBSB), dan Securities and Exchange Board of India (SEBI).(api)
Sumber : Bisnis Indonesia, 23.08.11.