BANDUNG : Serikat Pekerja PT Kereta Api Indonesia (SPKA) menolak pembentukkan perusahaan baru untuk perawatan prasarana kereta api yang direncanakan akan dibentuk oleh pemerintah pada tahun depan.
Bahkan, SPKA mengancam mogok kerja dan berunjuk rasa besar-besaran jika pemerintah merealisasikan rencana pembentukkan perusahaan baru tersebut.
Ketua SPKA Sri Nugroho mengatakan, saat ini isu pembentukan perusahaan baru tersebut semakin kencang berhembus, dan kabarnya awal tahun depan rencana tersebut akan direalisasikan oleh pemerintah.
"Kami akan berupaya untuk mencegah agar pemisahan itu tidak terjadi. Saat ini, kami akan mencegah dengan penyataan sikap, dan kalau tidak ditanggapi, sekitar 30.000 anggota SPKA akan berunjuk rasa dan mogok kerja," kata Sri di Kantor Pusat PT KAI, hari ini.
Pemerintah kabarnya berencana akan mencabut divisi perawatan prasarana PT KAI dari unit kerja perusahaan transportasi pelat merah itu.
Jika rencana tersebut direalisasikan, nantinya perawatan prasarana seperti rel, jembatan tidak lagi berada di bawah otoritas PT KAI. Namun, dikerjakan oleh sebuah badan usaha baru yang belum diketahui bentuknya yang akan disiapkan oleh pemerintah.
Sri menurutkan selama ini pihaknya selalu tanggap terhadap setiap kejadian dan kerusakan yang timbul pada prasarana yang ada, karena sistem pengecekan, perawatan, hingga perbaikannya dilakukan secara terpadu dalam satu institusi.
Selain itu, menurutnya, SPKA juga mempertanyakan biaya perawatan dan pengoperasian prasarana perkeretaapian (IMO) yang selama ini dibebankan kepada PT KAI yang seharusnya menjadi beban biaya pemerintah.
"Kami hanya berharap pemerintah lebih peduli kepada prasarana PT KAI sama seperti alokasi APBN yang dikeluarkan untuk biaya perawatan sarana dan prasarana jalan raya," jelas dia.
Berdasarkan data yang dirilis PT KAI, selama kurun waktu 5 tahun terakhir biaya IMO terus meningkat setiap tahunnya. Tahun ini, biaya IMO mencapai Rp1,49 triliun bertambah sebesar Rp300 miliar dari biaya tahun lalu sebesar Rp1,17 triliun.
SPKA juga menuntut pemerintah segera mencairkan Public Service Obligation (PSO) paling lambat sebelum arus masuk kalender libur Lebaran 2011.
Sri menambahkan tahun ini pemerintah masih menunggak biaya PSO PT KAI sebesar Rp639 miliar yang belum dibayarkan sejak Januari lalu yang diharapkan bisa diselesaikan sebelum Lebaran.
"Kalau hingga arus mudik tahun ini PSO belum dibayarkan, kami tidak menjamin perawatan dan perbaikan rangkaian KA yang akan digunakan oleh pemudik akan maksimal," kata Sri.
Dia memaparkan anggaran perawatan dan perbaikan rata-rata Rp10 juta-Rp100 juta per kereta ekonomi tergantung tingkat perbaikan. Saat ini, sedikitnya 500 kereta ekonomi yang dioperasikan.
Tahun lalu, lanjut dia, pemerintah juga baru membayarkan PSO KA ekonomi sesaat sebelum kepadatan arus mudik dengan jumlah yang dibayarkan sekitar Rp500 miliar dari pengajuan Rp600 miliar.
Dia menjelaskan tahun ini kondisinya diperkirakan tidak jauh beda dengan periode sebelumnya, hanya saja PT KAI mengajukan anggaran sebesar Rp700 miliar.
Menurut dia, idealnya PSO diberikan diawal tahun karena selama ini pemerintah selalu mencairkan anggaran subsidi kelas ekonomi tersebut pada pertengahan atau akhir tahun, sehingga PT KA harus menutupi beban subsidi menggunakan kas internal.
"Kami inginnya kalau pemerintah memang tidak sanggup membayarkan PSO, serahkanlah mekanisme tarif kepada kami. Kamipun tidak akan menaikan tarif KA ekonomi terlalu tinggi karena akan tetap kami sesuaikan dengan masyarakat pengguna kelas ekonomi," jelas dia.
Dia mencontohkan, tarif bus ekonomi rute Bogor-Jakarta dipatok Rp12.000, sementara KA dengan rute dan kelas yang sama Rp2.000. Kalaupun nanti PT KA diberikan wewenang menentukan tarif KA ekonomi, rute tersebut akan disesuaikan menjadi Rp3.000-5.000. (faa)
Sumber : Bisnis Indonesia, 05.08.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar