JAKARTA: PT Arpeni Ocean Line Tbk tak laporkan permintaan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) oleh PT Bank Central Asia Tbk (BCA) kepada Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dalam suratnya kepada BEI siang ini Arpeni hanya memberitahukan bahwa Arpeni di-PKPU-kan di tengah rangkaian sidang permohonan pailit oleh PT Asuransi Central Asia (ACA).
“Kuasa hukum pemohon pailit, Swandy Halim, mengatakan bahwa kliennya telah mengajukan PKPU pada 5 Agustus dan terdaftar dengan No.23/PKPU/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst,” ujar Ronald Nangoi, Direktur & Sekretaris Perusahaan Arpeni, dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia sore ini.
Namun, dalam surat tersebut Ronald tidak menjelaskan bahwa Swandy Halim merupakan kuasa hukum dari BCA, sehingga yang mengajukan PKPU bukan dari ACA. Dalam kasus pailit Arpeni oleh ACA, BCA memang menjadi salah satu kreditur lain yang disertakan ACA dalam permohonan pailitnya.
Penundaan sidang pailit dari ACA juga hanya menunggu hasil dari PKPU dan masih tetap berjalan.
Kejadian tersebut, tuturnya, terjadi pada 8 Agustus. Dalam surat itu, manajemen Arpeni juga mengatakan sidang ditunda hingga dilanjutkan besok, Rabu 10 Agustus, karena manjelis hakim masih menunggu diterimanya surat PKPU. PKPU merupakan proses damai pihak yang dituntut pailit karena lalai membayar utang.
Gugatan pailit itu terdaftar dengan nomor No.48/Pailit/2011/PN.Niaga.Jkt.Pus, karena ACA mengklaim memiliki hak tagih yang sudah jatuh tempo terhadap Arpeni senilai US$2,99 juta. Hak tagih tersebut timbul atas diterbitkannya jaminan pelaksana (performance bond) dalam kontrak kerja antara Arpeni dan Kangean Energy Indonesia Ltd pada 24 April 2009.
ACA merupakan surety company atau perusahaan penjami. Perusahaan asuransi itu menjamin pelaksanaan proyek yang dikerjakan oleh Arpeni sehingga ACA memiliki kewajiban apabila kemudian hari terdapat tuntutan ganti kerugian dari pemberi kerja (obligee, dalam hal ini Kangean) atas tidak terselesaikannya proyek pekerjaan.
Dalam prosesnya, Arpeni tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap Kangean untuk menyerahkan kapal tanker tempat penyimpanan minyak (floating storage and offloading/FSO) yang seharusnya dilakukan pada 17 Mei 2009.
Akhirnya perjanjian tersebut diubah beberapa kali tetapi Arpeni kembali tidak dapat memenuhi kewajibannya sehingga Kangean melalui suratnya dengan Nomor PCM/038/II/10/E pada 18 Februari 2010, memutus kontrak kerja sejak 20 Februari 2010.
Dengan pemutusan kontrak tersebut, Kangean mengajukan perintah kepada ACA untuk mencairkan dan membayar dana jaminan pelaksanaan sebesar US$2,99 juta. Pada 4 Juni 2010, ACA mencairkan jaminan pelaksanaan dengan nilai tersebut.
Dengan adanya pencairan jaminan pelaksanaan, maka terhitung sejak pencairan yaitu pada 4 Juni 2010 ACA mengklaim berhak untuk menagihkan pencairan itu kepada Arpeni. Namun, sampai dengan diajukan permohona pailit, perusahaan tidak juga melunasi kewajibannya.
Dalam permohonannya, ACA menyertakan sejumlah kreditur lain a.l. PT Bank Internasional Indonesia Tbk, BCA, dan PT Bank Mizuho Indonesia.
Harga saham Arpeni yang berkode APOL masih disuspen otoritas bursa sejak 17 Desember tahun lalu, sehingga masih di level Rp120. (faa)
Sumber : Bisnis Indonesia, 09.08.11 (maaf ya, edisi 080811 ngga ada kliping, lagi ribez deh).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar