Kepala pusat Komunikasi Publik Kemenhub Bambang S. Ervan mengatakan proses pembayaran subsidi tiket kereta api ekonomi masih menunggu penandatanganan dokumen perhitungan tarif oleh Dirjen Perkeretaapian.
Menurut Bambang, Kemenhub tidak pernah bermaksud menghambat pembayaran PSO. Hanya saja, sambungnya, penentuan dana PSO selalu terbentur oleh perhitungan yang berbeda antara PT KAI dan Kemenhub.
“PT KAI selalu menggunakan perhitungan tarif kereta api di atas kelas ekonomi sehingga sulit dipenuhi oleh pemerintah,”katanya kepada Bisnis hari ini.
Menurut Bambang, pemerintah akan segera membayar PSO sebelum terjadi kepadatan pada arus mudik. PT KAI, sambung dia, juga akan memeroleh subsidi khusus untuk kereta api kelas ekonomi pada H-7 hingga H+7 Lebaran.
“PT KAI meminta subsidi pada H-10 hingga H+10 Lebaran. Padahal pada H-10 belum memasuki kepadatan arus lalu lintas,”imbuhnya.
Bambang mengatakan pemerintah tidak pernah berhutang dana PSO kepada PT KAI. Dia menilai subsidi operasional kereta api kelas ekonomi sudah mencukupi. “Mereka menganggap pemerintah punya sisa kewajiban hasil dari akumulasi sejak tahun 2003,”ungkapnya.
Sulistyo Wimbo Hardjito, Direktur Komersial PT Kereta Api Indonesia mengatakan pemerintah sudah sepantasnya menanggung pembiayaan sarana dan prasarana perkeretaapian. Meski begitu, sambungnya, PT KAI masih harus membayar TAC kepada Pemerintah.
“Ada faktor-faktor utama pada Undang-Undang No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang membuat tarif kereta api menjadi mahal terutama mengenai aturan TAC,”katanya kepada Bisnis hari ini.
Menurut Wimbo, pemerintah seharusnya mengucurkan dana PSO pada awal tahun. Pemerintah, sambungnya, selalu mencairkan anggaran subsidi kelas ekonomi tersebut pada pertengahan atau akhir tahun. “Sehingga PT KAI harus menutupi beban subsidi menggunakan kas internal,”ujarnya.
Ketua Indonesian Railway Preservation Society Aditya Dwi Laksana mengatakan PT KAI membutuhkan dana PSO yang mencukupi serta pengucuran dana sedini mungkin. Meski begitu, lanjut dia, PT KAI juga harus menyiapkan laporan keuangan khusus untuk TAC.
“Memang perlu waktu untuk memisahkan laporan keuangan. Tapi dengan begitu akan memudahkan pemerintah memantau pemakaiannya,”ungkapnya.
Selain itu, Aditya mengusulkan draft Peraturan Presiden (Perpres) tentang subsidi untuk moda kereta api segera diterbitkan agar kepastian bisnis PT KAI bisa lebih terjamin.Saat ini, sambungnya, pengaturan subsidi untuk moda kereta api masih mengacu kepada SKB 3 Menteri (Menhub, Menkeu dan Kepala Bappenas) yaitu KM 19/1999 tentang PSO, IMO dan TAC.
“Sejak 2000, PT KAI tidak memperoleh bantuan pemerintah berupa IMO karena PT KAI wajib membayar TAC kepada Pemerintah berupa ongkos yang dibebankan dalam menggunakan infrastruktur negara seperti jalan rel dan sinyal,”paparnya.
Padahal, menurut Aditya, anggaran Infrastructure Maintenance and Operations (IMO) bisa dialokasikan sepenuhnya untuk memperbaiki sarana dan prasarana termasuk menambah pasokan listrik.“PT KAI sering nombok karena mengalami penundaan anggaran pemeliharaan sarana dan prasarana yang mencapai Rp17 triliun sejak 2000-2011,”pungkasnya.(mmh)
Sumber : Bisnis Indonesia, 09.08.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar