HANJIN Shipping has signed 15-year consecutive voyage contract (CVC) with Korea Southern Power (Kospo).
The carrier said two cape-size vessels will be deployed in the transportation of 2.2 million tons of soft coal annually for 15 years, with one contract commencing next year and the other in 2015.
Total transport volume is estimated to be around 33 million tons on total revenues of approximately KRW360 billion (US$322.4 million). These ships will be transporting soft coal to Korea from various origins including Indonesia, Australia and Canada, a statement from the South Korean shipping line said.
"It is very encouraging that we secured this contract in the midst of current market situation. We are confident that our continuous success in obtaining long-term contracts with the world's major customers will provide firm ground for the growth of our bulk business." The carrier also revealed that it is attempting to form new businesses with various partners to develop a stronger presence in the break bulk market.
The company signed a CVC with Glovis and Hyundai Steel in 2008 and with Posco in 2009, meaning the carrier currently operates 16 dedicated vessels for Posco, 12 for Kepco and two for Hyundai Steel.
Source : HKSG.
30 September 2011
[300911.ID.OTH] Republik Facebook Dan Pragmatisme Singapura
Oleh Arief Budisusilo
Jangan kaget jika anak kesayangan Anda, yang sedang gandrung Internet, tiba-tiba mengajukan fakta sejarah baru. Disebutkan, negara yang memiliki populasi ketiga terbesar di dunia adalah “Republik Facebook”. Ia telah mengalahkan Amerika, Rusia, apalagi Indonesia.
Ya. ‘Fakta sejarah’ itu tidak terlalu keliru. Facebook kini memiliki user atau pengguna aktif sedikitnya 800 juta. Artinya, kalau disandingkan dengan populasi negara, dia berada pada urutan ketiga setelah China dan India.
Setidaknya itulah angka statistiknya, jika kita melakukan penelusuran data dari Prof. Google. Disebutkan, Facebook kini memiliki lebih dari 800 juta user aktif, dimana lebih dari 50% user log on alias membuka akunnya setiap hari. Setiap user rata-rata memiliki 130 teman, di mana lebih dari 900 juta obyek menjadi bahan gunjingan karena jaringan pertemanan yang saling tertarik terhadap objek tersebut.
Menariknya, sebanyak 75% atau tigaperempat pengguna Facebook berasal dari luar Amerika Serikat, di mana Indonesia merupakan pengguna terbesar kedua setelah AS. Karena besarnya jumlah pengguna itu, jangan heran jika di Facebook tersedia 70 bahasa, dengan bantuan translasi atau penerjemahan dari lebih 300.000 user seluruh dunia.
Tidak hanya itu, setiap user rata-rata terhubung dengan 80 halaman komunitas, grup, atau event, dan lebih dari 2 miliar material yang ditayangkan (posted) oleh user mendapatkan label jempol alias disukai atau mendapatkan komentar.
Ingin tahu lagi? Oke. Lebih dari 250 juta foto dilempar (di-upload) di Facebook tiap hari. Lalu terdapat sedikitnya 7 juta aplikasi yang sudah terintegrasi di Facebook, yang digunakan oleh 500 juta user. Setidaknya, lebih dari 20 juta kali instalasi aplikasi oleh pengguna saban hari.
Last but not least, lebih dari 350 juta user aktif mengakses Facebook via perangkat mobile seperti handphone, smartphone dan komputer tablet. Karena itu, masuk akal jika kini terdapat 475 operator mobile di seluruh dunia yang getol mempromosikan produk “FB mobile”.
‘Fakta sejarah’ itu menggambarkan bahwa penyebaran teknologi menjalar begitu cepat seperti penyebaran flu burung yang tak terbendung.
Bahkan Erik Johnson, yang bekerja sebagai eksekutif pemasar Facebook, mengaku nggak nyangka penduduk Facebook hampir menyamai penduduk India dalam waktu secepat ini.
Banyak orang, dari berbagai latar belakang dan pekerjaan yang berbeda, telah memanfaatkan dan menggunakan Facebook dalam berbagai cara untuk tujuan mereka masing-masing.
Maka, di tataran global, batas negara alias nation border telah tergantikan dengan koneksi: menghubungkan orang dengan teman-teman untuk hal-hal yang mereka sama-sama peduli.
Aktivitas virus teknologi terhadap kehidupan sehari-hari di berbagai bidang menjalar tanpa halangan tembok, dengan munculnya jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter.
Maka tantangan baru muncul bagi pemerintahan dan perusahaan, karena frekuensi dan amplitudo perubahan semakin meningkat. “Selalu siap menghadapi kejutan,” barangkali kalimat itu menjadi pesan yang paling penting.
***
Apabila Anda menganalogikan Facebook sebagai sebuah negara demokratis, ia telah menjadi negara demokratis terbesar kedua di dunia setelah India. Karenanya, para ahli strategi global, ahli politik, ahli manajemen perusahaan, dan ahli pemasaran kini banyak menghitung Facebook sebagai salah satu pivotal factor atau faktor penentu yang telah mengubah dunia.
Memang, setuju atau tidak, suka atau tidak suka, hubungan kemajuan teknologi dengan global shock kini menjadi perbincangan di mana-mana. Perkembangan teknologi yang begitu kencang telah meningkatkan kecemasan tentang dampaknya terhadap pergerakan politik, keamanan, militer, dan interaksi ekonomi. Pengaruhnya bisa positif, tetapi terlebih juga dapat bersifat negatif.
Merujuk revolusi Facebook, paling tidak ia telah menjadi salah satu alat pengubah yang efektif bagi demokratisasi, seperti yang baru-baru ini terjadi di Mesir, serta perubahan di Lybia dan negeri Timur Tengah seperti Syria yang sekarang sedang menjadi topik Barat. Gelombang kejutan muncul satu demi satu sebagai dampak revolusi media sosial, di mana Facebook hanya salah satu alat di belantara media sosial.
Menurut istilah Andrew Sheng, Presiden Fung Global Institute yang berbicara pada Singapore Global Forum pekan ini, kemajuan teknologi yang pesat di satu sisi dapat menyediakan pemahaman yang cepat melalui apa yang disebut flash training.
Istilah itu dipakai mengingat saking kencangnya perubahan, seperti kilatan lampu blitz kamera Anda. Namun di pihak lain juga begitu cepat menimbulkan flash mob seperti revolusi politik yang terjadi di Timur Tengah dengan munculnya gejala demokratisasi yang disebut Arab Spring.
Di bidang bisnis, jika hampir semua urusan di masa lalu merupakan wilayah perusahaan atau company in control, kini berubah menjadi consumer in control. Kasus Prita yang berurusan dengan sebuah Rumah Sakit swasta besar di Tangerang, adalah contoh nyata di mana konsumen yang didukung aktivitas media sosial telah begitu rupa mengendalikan kepentingan perusahaan.
Maka, dalam situasi seperti itu, ada nasehat yang perlu kita dengar: Interupsi atau instruksi perlu berubah menjadi partisipasi, privacy harus menjelma menjadi transparansi. Tapi konyolnya, RoI pun kini dipelesetkan menjadi return on involvement, bukan lagi return on investment. Mungkin, maksudnya tolok ukur keterlibatan dalam teknologi!
***
Oleh sebab itu, saya tak terlalu kaget ketika mendengar David Sifry, pendiri Technorati, yang begitu percaya bahwa teknologi punya implikasi politik signifikan hari ini. Teknologi telah mendorong percepatan perubahan dalam globalisasi, demokratisasi, dan desentralisasi.
Lihat saja revolusi Mesir beberapa waktu lalu, yang terbangun berkat gerakan media sosial. Pada 1979, saat revolusi Iran terjadi, teknologi juga memegang peranan penting.
Begitu pula saat ini, ketika krisis global berkecamuk, Anda setiap saat bisa berpindah akun atau melakukan transaksi menyusul informasi yang tersedia real time dari perkembangan pasar di berbagai belahan dunia, berkat apa yang disebut revolusi mobile!
Maka, akan lebih baik selalu pasang sabuk pengaman supaya tidak tumbang. Resepnya barangkali bisa kita dengar dari Mr Lee Kuan Yew, mantan Perdana Menteri Singapura.
Dalam berbagai pidatonya, Mr Lee selalu mengulang-ulang apa yang membawa Singapura menempati posisi yang kokoh seperti sekarang ini, yakni good governance, antikorupsi, meritokrasi, dan pragmatis.
“Jika Anda hilangkan salah satu faktor itu, Anda akan kehilangan momentum,” begitu kata Mr Lee dengan logat yang masih tegas dan fasih, meski sudah uzur dalam usia 88 tahun.
Mr Lee memang diberondong dengan berbagai pertanyaan, yang barangkali lebih tepat disebut sebagai permintaan nasehat dari peserta dialog berbagai negara, mulai dari India, China, Korea Selatan, dan bahkan Afrika.
Seperti kata Mr Lee, Singapura memang pragmatis. Sepanjang ada mutual benefit, Singapura siap bekerjasama dengan siapapun, dan bermitra dengan negara tetangga dengan saling menguntungkan.
Namun diakui atau tidak, Singapura kini mulai khawatir terhadap dampak teknologi, yang diperkirakan oleh sejumlah kalangan akan memaksa negara itu untuk membuka diri ke arah demokratisasi.
Soal pidato Lee, kebetulan saya sempat ngobrol dengan anak muda dari Singapura. Bisik-bisik dia mengatakan, sosial media di Singapura mulai bekerja. Bahkan kini banyak ekspektasi, cepat atau lambat, demokratisasi menjadi tuntutan pula di Singapura.
“Anda beruntung, karena tidak ada kesenjangan kaya-miskin yang lebar di Singapura,” saya bilang ke teman ngobrol itu. “Ah, gap antara yang kaya dan yang miskin sekarang ini juga semakin melebar di Singapura,” ungkapnya dengan berbisik.
“Korupsi juga ada...dengan bentuk yang berbeda dari korupsi [yang makin merajalela] di Indonesia,” ujarnya melanjutkan lagi. Sayangnya teman ngobrol ini menyebut contoh Indonesia.
Saya kian kecut ketika teman ngobrol yang lain, eksekutif perusahaan energi yang sedang mengincar Blok Natuna, juga memakai contoh Indonesia soal korupsi.
Seorang pimpinan perusahaan multinasional yang belakangan ini membuka 14 pompa bensin di Indonesia dengan berbisik mengatakan akan menghentikan bisnis ritelnya di Indonesia karena bisnisnya banyak dihalangi oleh kepentingan-kepentingan elite Jakarta.
Nah, lho! Bagaimana menurut Anda?
Sumber : Bisnis Indonesia.
Jangan kaget jika anak kesayangan Anda, yang sedang gandrung Internet, tiba-tiba mengajukan fakta sejarah baru. Disebutkan, negara yang memiliki populasi ketiga terbesar di dunia adalah “Republik Facebook”. Ia telah mengalahkan Amerika, Rusia, apalagi Indonesia.
Ya. ‘Fakta sejarah’ itu tidak terlalu keliru. Facebook kini memiliki user atau pengguna aktif sedikitnya 800 juta. Artinya, kalau disandingkan dengan populasi negara, dia berada pada urutan ketiga setelah China dan India.
Setidaknya itulah angka statistiknya, jika kita melakukan penelusuran data dari Prof. Google. Disebutkan, Facebook kini memiliki lebih dari 800 juta user aktif, dimana lebih dari 50% user log on alias membuka akunnya setiap hari. Setiap user rata-rata memiliki 130 teman, di mana lebih dari 900 juta obyek menjadi bahan gunjingan karena jaringan pertemanan yang saling tertarik terhadap objek tersebut.
Menariknya, sebanyak 75% atau tigaperempat pengguna Facebook berasal dari luar Amerika Serikat, di mana Indonesia merupakan pengguna terbesar kedua setelah AS. Karena besarnya jumlah pengguna itu, jangan heran jika di Facebook tersedia 70 bahasa, dengan bantuan translasi atau penerjemahan dari lebih 300.000 user seluruh dunia.
Tidak hanya itu, setiap user rata-rata terhubung dengan 80 halaman komunitas, grup, atau event, dan lebih dari 2 miliar material yang ditayangkan (posted) oleh user mendapatkan label jempol alias disukai atau mendapatkan komentar.
Ingin tahu lagi? Oke. Lebih dari 250 juta foto dilempar (di-upload) di Facebook tiap hari. Lalu terdapat sedikitnya 7 juta aplikasi yang sudah terintegrasi di Facebook, yang digunakan oleh 500 juta user. Setidaknya, lebih dari 20 juta kali instalasi aplikasi oleh pengguna saban hari.
Last but not least, lebih dari 350 juta user aktif mengakses Facebook via perangkat mobile seperti handphone, smartphone dan komputer tablet. Karena itu, masuk akal jika kini terdapat 475 operator mobile di seluruh dunia yang getol mempromosikan produk “FB mobile”.
‘Fakta sejarah’ itu menggambarkan bahwa penyebaran teknologi menjalar begitu cepat seperti penyebaran flu burung yang tak terbendung.
Bahkan Erik Johnson, yang bekerja sebagai eksekutif pemasar Facebook, mengaku nggak nyangka penduduk Facebook hampir menyamai penduduk India dalam waktu secepat ini.
Banyak orang, dari berbagai latar belakang dan pekerjaan yang berbeda, telah memanfaatkan dan menggunakan Facebook dalam berbagai cara untuk tujuan mereka masing-masing.
Maka, di tataran global, batas negara alias nation border telah tergantikan dengan koneksi: menghubungkan orang dengan teman-teman untuk hal-hal yang mereka sama-sama peduli.
Aktivitas virus teknologi terhadap kehidupan sehari-hari di berbagai bidang menjalar tanpa halangan tembok, dengan munculnya jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter.
Maka tantangan baru muncul bagi pemerintahan dan perusahaan, karena frekuensi dan amplitudo perubahan semakin meningkat. “Selalu siap menghadapi kejutan,” barangkali kalimat itu menjadi pesan yang paling penting.
***
Apabila Anda menganalogikan Facebook sebagai sebuah negara demokratis, ia telah menjadi negara demokratis terbesar kedua di dunia setelah India. Karenanya, para ahli strategi global, ahli politik, ahli manajemen perusahaan, dan ahli pemasaran kini banyak menghitung Facebook sebagai salah satu pivotal factor atau faktor penentu yang telah mengubah dunia.
Memang, setuju atau tidak, suka atau tidak suka, hubungan kemajuan teknologi dengan global shock kini menjadi perbincangan di mana-mana. Perkembangan teknologi yang begitu kencang telah meningkatkan kecemasan tentang dampaknya terhadap pergerakan politik, keamanan, militer, dan interaksi ekonomi. Pengaruhnya bisa positif, tetapi terlebih juga dapat bersifat negatif.
Merujuk revolusi Facebook, paling tidak ia telah menjadi salah satu alat pengubah yang efektif bagi demokratisasi, seperti yang baru-baru ini terjadi di Mesir, serta perubahan di Lybia dan negeri Timur Tengah seperti Syria yang sekarang sedang menjadi topik Barat. Gelombang kejutan muncul satu demi satu sebagai dampak revolusi media sosial, di mana Facebook hanya salah satu alat di belantara media sosial.
Menurut istilah Andrew Sheng, Presiden Fung Global Institute yang berbicara pada Singapore Global Forum pekan ini, kemajuan teknologi yang pesat di satu sisi dapat menyediakan pemahaman yang cepat melalui apa yang disebut flash training.
Istilah itu dipakai mengingat saking kencangnya perubahan, seperti kilatan lampu blitz kamera Anda. Namun di pihak lain juga begitu cepat menimbulkan flash mob seperti revolusi politik yang terjadi di Timur Tengah dengan munculnya gejala demokratisasi yang disebut Arab Spring.
Di bidang bisnis, jika hampir semua urusan di masa lalu merupakan wilayah perusahaan atau company in control, kini berubah menjadi consumer in control. Kasus Prita yang berurusan dengan sebuah Rumah Sakit swasta besar di Tangerang, adalah contoh nyata di mana konsumen yang didukung aktivitas media sosial telah begitu rupa mengendalikan kepentingan perusahaan.
Maka, dalam situasi seperti itu, ada nasehat yang perlu kita dengar: Interupsi atau instruksi perlu berubah menjadi partisipasi, privacy harus menjelma menjadi transparansi. Tapi konyolnya, RoI pun kini dipelesetkan menjadi return on involvement, bukan lagi return on investment. Mungkin, maksudnya tolok ukur keterlibatan dalam teknologi!
***
Oleh sebab itu, saya tak terlalu kaget ketika mendengar David Sifry, pendiri Technorati, yang begitu percaya bahwa teknologi punya implikasi politik signifikan hari ini. Teknologi telah mendorong percepatan perubahan dalam globalisasi, demokratisasi, dan desentralisasi.
Lihat saja revolusi Mesir beberapa waktu lalu, yang terbangun berkat gerakan media sosial. Pada 1979, saat revolusi Iran terjadi, teknologi juga memegang peranan penting.
Begitu pula saat ini, ketika krisis global berkecamuk, Anda setiap saat bisa berpindah akun atau melakukan transaksi menyusul informasi yang tersedia real time dari perkembangan pasar di berbagai belahan dunia, berkat apa yang disebut revolusi mobile!
Maka, akan lebih baik selalu pasang sabuk pengaman supaya tidak tumbang. Resepnya barangkali bisa kita dengar dari Mr Lee Kuan Yew, mantan Perdana Menteri Singapura.
Dalam berbagai pidatonya, Mr Lee selalu mengulang-ulang apa yang membawa Singapura menempati posisi yang kokoh seperti sekarang ini, yakni good governance, antikorupsi, meritokrasi, dan pragmatis.
“Jika Anda hilangkan salah satu faktor itu, Anda akan kehilangan momentum,” begitu kata Mr Lee dengan logat yang masih tegas dan fasih, meski sudah uzur dalam usia 88 tahun.
Mr Lee memang diberondong dengan berbagai pertanyaan, yang barangkali lebih tepat disebut sebagai permintaan nasehat dari peserta dialog berbagai negara, mulai dari India, China, Korea Selatan, dan bahkan Afrika.
Seperti kata Mr Lee, Singapura memang pragmatis. Sepanjang ada mutual benefit, Singapura siap bekerjasama dengan siapapun, dan bermitra dengan negara tetangga dengan saling menguntungkan.
Namun diakui atau tidak, Singapura kini mulai khawatir terhadap dampak teknologi, yang diperkirakan oleh sejumlah kalangan akan memaksa negara itu untuk membuka diri ke arah demokratisasi.
Soal pidato Lee, kebetulan saya sempat ngobrol dengan anak muda dari Singapura. Bisik-bisik dia mengatakan, sosial media di Singapura mulai bekerja. Bahkan kini banyak ekspektasi, cepat atau lambat, demokratisasi menjadi tuntutan pula di Singapura.
“Anda beruntung, karena tidak ada kesenjangan kaya-miskin yang lebar di Singapura,” saya bilang ke teman ngobrol itu. “Ah, gap antara yang kaya dan yang miskin sekarang ini juga semakin melebar di Singapura,” ungkapnya dengan berbisik.
“Korupsi juga ada...dengan bentuk yang berbeda dari korupsi [yang makin merajalela] di Indonesia,” ujarnya melanjutkan lagi. Sayangnya teman ngobrol ini menyebut contoh Indonesia.
Saya kian kecut ketika teman ngobrol yang lain, eksekutif perusahaan energi yang sedang mengincar Blok Natuna, juga memakai contoh Indonesia soal korupsi.
Seorang pimpinan perusahaan multinasional yang belakangan ini membuka 14 pompa bensin di Indonesia dengan berbisik mengatakan akan menghentikan bisnis ritelnya di Indonesia karena bisnisnya banyak dihalangi oleh kepentingan-kepentingan elite Jakarta.
Nah, lho! Bagaimana menurut Anda?
Sumber : Bisnis Indonesia.
29 September 2011
[290911.EN.LOG] ILWU President Surrenders To Court To Face Terminal Trespass Charges
INTERNATIONAL Longshore and Warehouse Union (ILWU) president Bob McEllrath surrendered to the local courthouse in connection an attack by union members on the new Export Grain Terminal (EGT) near the Port of Longview, Washington.
The vandalism consisted of damage to the facility where the union demanded rights to work. Four hundred longshoremen blocked a BNSF train from entering the EGT and dumped the grain and blocked security officials at the terminal.
McEllrath has been served misdemeanour charges of trespassing in the second degree and blocking a BNSF train from entering the EGT and in turn dumping the grain September 7.
The ILWU president said he was "standing with Longview's longshore workers and their supporters who have been harshly punished for standing up to multinational bully EGT."
The union said its protest against EGT, jointly-owned by Itochu, Japan-based Bunge and Korea's STX Pan Ocean, opening a terminal was staged because it violated an agreement with the Port of Longview only to employ ILWU workers.
Since the disturbance the ILWU Local 21 turned themselves in after warrants for arrest of 135 dockers and their supporters were issued for alleged violations.
McEllrath went to the Cowlitz County Hall of Justice, accompanied by the presidents of the local unions at the ports of Seattle, Tacoma and Portland, it was followed by an west coast work shutdown of 15 minutes as an act of solidarity.
Source : HKSG.
[290911.ID.BIZ] Investor Rusia Ingin Realisasikan Pembangunan Rel KA Di Kalimantan
BALIKPAPAN: Investor asal Rusia terus melobi pemerintah Indonesia untuk merealisasikan pembangunan jalur rel kereta api yang menghubungkan Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur guna sarana angkutan batubara.
Kepala Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kaltim Yadi Sabiannoor mengatakan investor tersebut yakni Rusian Railways sudah memberi pemaparan rencana investasi senilai US$2,4 miliar pada Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak.
“Pihak Rusian Railways berharap seluruh daerah yang wilayahnya terlintasi bisa menyetujui proyek yang ditawarkan oleh Bapenas ini,” ujarnya hari ini.
Rusian Railways, jelas Yadi, mengharapkan ada kerja sama antar pemerintah terlebih dahulu sebelum pihaknya melakukan pengadaan perjanjian dengan Gubernur masing-masing daerah. Rusian Railways mengharapkan pada Oktober perjanjian kerja sama tersebut sudah ditanda tangani sehingga pada 2012 pihaknya sudah bisa memiliki kesepakatan dengan masing-masing gubernur terkait.
Terkait dengan penolakan dari Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang, Rusian Railways berharap pemerintah pusat bisa melakukan lobi untuk menjelaskan pembangunan tersebut. Ini karena pembangunan tersebut sudah memiliki perencanaan yang matang dari sisi bisnisnya sehingga tiga daerah terkait harus menyetujui rencana investasi ini.
Rel tersebut direncanakan akan membentang dari Balikpapan menuju Kali Papak (Kutai Barat, Kaltim) dan Muara Tukuk (Kalimantan Tengah). Melalui pembangunan rel tersebtu diharapkan alur distribusi batu bara antar daerah di Kalimantan bisa lebih lancar dan efisien mengingat selama ini moda transportasi yang digunakan selama ini adalah transportasi sungai.
Yadi menambahkan Rusia Railways, yang juga telah membentuk Kalimantan Railways, akan terus meningkatkan lobi kepada pemerintah pusat agar rencana tersebut bisa teralisasi. Menurut rencana pada Jumat, perwakilan dari Rusia Railways akan bertemu dengan pihak Kementerian Koordinator Perekonomian untuk membahas masalah ini.(api)
Sumber : Bisnis Indonesia, 29.09.11.
28 September 2011
[280911.EN.SEA] Cosco, Ship Manager Must Pay US$44.4 Million Frisco Oil Spill Fine
SAN Francisco Bay area governments have fined the owner and operators of the 5,450-TEU Cosco Busan US$44.4 million for polluting California waters with a 53,000-gallon oil spill after the ship hit the San Francisco-Oakland Bay Bridge in 2007.
This civil penalty comes on top of a jail term and other fines since proceedings were taken against the ship, its China Cosco owners, operators and pilot, who crashed the ship in heavy fog.
The amount of the fine was settled by the US Justice Department, the State of California, the City and County of San Francisco and the City of Richmond, reported American Shipper.
Federal and state experts said the spill killed 6,849 birds and affected 14 to 29 per cent of the herring spawn in winter 2007. Also, the spilt oil polluted 3,367 acres of shoreline habitat, causing a loss one million recreational user days.
In February 2010, the operating company of the Cosco Busan, Hong Kong's Fleet Management Ltd, was fined US$10 million for its role.
A US District Judge ordered the company to pay $8 million to the government and $2 million to a fund for environmental projects in San Francisco Bay, the report said.
The sentencing completed criminal proceedings arising from the collision, that government agencies said triggered a cleanup costing $70 million.
The ship's pilot, John Cota, pleaded guilty to federal pollution charges in March 2009 and was sentenced to a maximum 10 months in jail. Federal prosecutors said both Cota and Fleet Management were at fault. The pilot was criticised for deciding to sail in the fog and ignoring danger signals, and the company for failing to train the crew or notify Cota when the ship went off course.
US District Judge Susan Illston's sentence exceeded the prosecution's demand for a two-month sentence and a US$30,000 fine and made him the first ship's pilot in America to be imprisoned for an accident.
Source : HKSG, 22.09.11.
[280911.ID.AIR] Saratoga Finalisasi Akuisisi Mandala
JAKARTA: Manajemen Mandala Airlines telah menandatangani perjanjian jual beli bersyarat dan berbagai dokumen legal serta komersial terkait lainnya dengan Saratoga Group sebagai investor keuangan dan Tiger Airways selaku investor strategis.
Penandatanganan dokumen tersebut dilakukan pada Jumat, pekan ini. Selanjutnya, Saratoga akan memiliki saham mayoritas di Mandala sebesar 51%, serta Tiger Airways akan memiliki saham sebesar 33%. Sisanya akan dimiliki oleh kreditur konkuren dan pemegang saham lama.
Pendiri Saratoga Sandiaga Uno mengungkapkan seiring ditandatanganinya kesepakatan tersebut, semua pihak telah mendekati penyelesaian restrukturisasi Mandala. " Masa uji tuntasnya telah berlangsung selama hampir lima bulan. Kami senang dengan finalisasi dokumen transaksi ini dan berharap agar Mandala dapat segera beroperasi kembali," paparnya sore ini.
Saat ini, lanjut dia, Mandala sedang dalam proses restrukturisasi dengan mengikuti aturan perundang-undangan Indonesia. Tahap berikutnya, kata dia, adalah melengkapi persyaratan-persyaratan transaksi yang diperlukan, termasuk persetujuan pemerintah yang diperlukan agar Mandala dapat segera terbang kembali.
Semuanya diperkirakan perlu waktu sekitar 90 hari sebelum beroperasi. CEO Tiger Airways Holdings Limited Chin Yau Seng mengatakan harapannya Mandala ke depan dapat beroperasi dengan segera.
“Kami akan bekerjasama dengan sangat erat bersama para mitra usaha kami, agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan segera.”
Diono Nurjadin, Presiden Direktur Mandala Airlines, mengaku lega dengan rampungnya proses yang cukup panjang ini.
“Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses ini dan atas dukungan penuh dari Pemerintah, terutama Dirjen Perhubungan Udara, sampai dengan proses ini selesai. Kami berharap tetap mendapat dukungan tersebut, sehingga rencana kami agar Mandala dapat terbang kembali secepatnya dapat tercapai,” ujar Diono.
Setelah transaksi beralihnya kepemilikan Mandala tuntas, maskapai baru ini akan menerapkan model bisnis Tiger Airways, yakni menawarkan perjalanan biaya murah ke tujuan internasional dan domestik dalam jangkauan 5 jam penerbangan.
Seperti penerbangan lainnya yang tergabung dalam Tiger Airways Group, maskapai hasil restrukturisasi ini akan mengoperasikan pesawat Airbus A320. (mmh/bsi)
Sumber : Bisnis Indonesia, 24.09.11.
Langganan:
Postingan (Atom)