JAKARTA: Proyek Krakatau Steel-Posco di Cilegon menarik 40 perusahaan Korea Selatan di Indonesia berinvestasi membangun industri pendukung pabrik baja tersebut.
Vice President Corporate Communication PT Krakatau Steel Wawan Hernawan mengatakan niat investasi beberapa perusahaan tersebut diungkapkan oleh Posco (Pohang Iron and Steel Company).
"Akan ada 40 perusahaan yang bangun pabrik pendukung pabrik Krakatau-Posco. Mereka akan menjadi pemasok sebagian kebutuhan bahan baku pabrik," ucapnya tadi malam.
Pabrik baja Krakatau-Posco ditargetkan mulai berproduksi pada akhir 2013 dengan kapasitas produksi mencapai 3 juta ton per tahun. Perusahaan tersebut merupakan usaha patungan Krakatau Steel (30%) dan Posco Korea Selatan (70%) dengan nilai investasi US$2,84 miliar.
Wawan memaparkan proyek tersebut membutuhkan berbagai fasilitasi industri penunjang seperti semen, alumunium, bagian mesin dan lain-lain.
"Beberapa sudah mengumumkan seperti industri oksigen dan ada pabrik refractory atau batu bata tahan panas yang sudah mempunyai lahan 15-20 hektar di kawasan industri Cilegon," katanya.
Dia memperkirakan investasi tiap perusahaan bervariasi antara Rp100 miliar- Rp200 miliar. "Saya belum mendapatkan perkembangan detil, tapi ukurannya akan sebesar itu."
Sebelumnya, PT Linde Indonesia telah mengumumkan investasikan Rp1 triliun pembangunan pabrik pemisahan udara terbesar di Indonesia sebagai pemasok kebutuhan produksi baja Krakatau - Posco.
Fasilitas yang ditargetkan beroperasi pada Oktober 2013 tersebut, akan menghasilkan 2.000 ton oksigen serta 1.000 ton argon dan nitrogen setiap hari.
PT Krakatau Steel dan Posco, tambah Wawan, saat ini sedang membicarakan rencana pembentukkan konsorsium untuk memfasilitasi pembangunan industri-industri pendukung tersebut. "Tapi baru wacana, Posco sudah ada keinginan serius begitu juga Krakatau Steel."
Sementara itu, perkembangan negatif industri baja di Australia dinilai belum akan banyak berimbas ke industri baja di Indonesia.
Wawan mengatakan penguatan nilai tukar di Indonesia, yang merupakan penyebab utama penurunan produktivitas industri baja di Australia, tidak setajam di negara kangguru tersebut.
"Mereka tertekan karena nilai tukar mereka naik sangat tajam sementara mengandalkan pasar ekspor. Kalau Indonesia, seperti Krakatau Steel, lebih banyak di pasar domestik," ucapnya.
Beberapa hari yang lalu, Bluescope Steel mengumumkan penutupan dua pabrik blast furnace di Australia dan memberhentikan 1.000 orang pegawai setelah sebelumnya OneSteel merumahkan 400 pekerja di pabrik baja perusahaan Australia itu.
Dia optimistis pasar dalam negeri masih tetap tumbuh seiring kenaikan kebutuhan konstruksi properti dan infrastruktur nasional.
"Mengenai harga, kemungkinan akan ada kenaikan harga baja setelah lebaran. Sebagai acuan, harga rata-rata baja di China sudah naik 1% - 3%," kata Wawan. (ea)
Sumber : Bisnis Indonesia, 24.08.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar