Bisnis.com,
JAKARTA - Kendati mulai pasrah soal nasib Merpati Nusantara Airlines,
pemerintah masih mengupayakan dua opsi penyelamatan maskapai milik BUMN itu,
yakni mengundang investor dan menyerahkan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset
(PPA).
"Pada dasarnya kita sudah capek soal Merpati. Jangan
pula dikira gampang menyelesaikannya," ujar Wahyu Hidayat, Deputi Bidang
Restrukturisasi dan Perencanaan Strategis Kementerian BUMN, Wahyu Hidayat di
Kantor Kementerian BUMN, Senin (3/2).
Menurut Wahyu, opsi penangangan Merpati sudah lebih dari
cukup mulai dari menyuntik dana, pemindahan kantor operasional ke Makassar,
lewat konversi utang, hingga mencari investor baru.
Untuk menyelamatkan Merpati, sambungnya, akan ditempuh
tiga upaya. Pertama, saat ini manajemen mengundang dua perusahaan mitra
kerjasama operasional (KSO) sebagai investor, PT Bentang Persada Gemilang dan
PT Amagedon Indonesia.
Kedua perusahaan tersebut akan membentuk anak usaha baru
bernama PT Merpati Aviation Service untuk selanjutnya menangani bisnis Merpati.
Kedua, Merpati menempuh opsi lainnya yaitu melepas dua
anak usaha yaitu PT Merpati Maintenance Facilities (MMF) dan PT Merpati
Training Center (MTC) kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Persero untuk
dicarikan investor.
"Masalahnya PPA yang ditugasi melakukan
restrukturisasi Merpati tersebut hingga kini juga belum mendapat dana PMN dari
Kementerian Keuangan," ujar Wahyu.
PPA dalam operasionalnya menangani restrukturisasi
mengusulkan dana PMN sebesar Rp2 triliun, tetapi hingga akhir 2013 belum
kunjung cair.
PPA pada dasarnya sudah mendapat surat kuasa untuk menata
Merpati, dan dalam UU APBN pada tahun 2013 sudah disetujui mendapat modal Rp2
triliun.
"Dana PPA sebesar Rp2 triliun sebenarnya akan
digunakan sekitar Rp750 miliar untuk restrukturisasi Merpati. Tapi, kalau
Kementrian Keuangan tidak juga mencairkannya, maka 'wassalam' bagi
Merpati," ujar Wahyu yang juga mantan Dirut Merpati itu
Menurutnya, Kementerian BUMN sebenarnya sudah pasrah soal
nasib PT Merpati Nusantara Airlines (Merpati) dan menyerahkan sepenuhnya kepada
manajemen upaya penyelamatan perusahaan dari keterpurukan akibat beban utang
perusahaan yang mencapai sekitar Rp6,7 triliun.
"Penyelesaian Merpati kami serahkan sepenuhnya
kepada manajemen. Masalahnya, semua cara sudah dijalankan, apakah berhasil atau
tidak terserah kepada manajemen," katanya.
Menurut Wahyu, pemerintah sudah menempuh beragam cara
penyelamatan Merpati, tetapi hingga kini belum membuahkan hasil yang diinginkan
pemegang saham.
Saat ini Merpati dalam kondisi semakin mengenaskan akibat
defisit kas perusahaan, penghentian operasi sejumlah rute penerbangan,
tunggakan asuransi, hingga tunggakan biaya gaji karyawan.
Dia membeberkan penanganan restrukturisasi Merpati sudah
dilakukan sejak tahun 2005 dengan menyuntik dana dalam bentuk Penyertaan Modal
Negara (PMN) sebesar Rp75 miliar, kemudian pada tahun 2006 PMN sebesar Rp450
miliar.
Selanjutnya pada 2008 mendapat alokasi dana
restrukturisasi dan revitalisasi sebesar Rp300 miliar, kemudian tahun 2010
mendapat dana subloan agreement (SLA) sebesar Rp2 triliun untuk pembelian 15
unit pesawat MA-60.
Wahyu yang juga pernah menangani Merpati pada tahun
1995-1998 ini menambahkan, pada tahun 2011 perusahaan kembali mendapat PMN
sebesar Rp560 miliar.
Namun, pada 2012 permintaan PMN Merpati sebesar Rp200
miliar urung dipenuhi karena pemerintah memutuskan tidak lagi menyuntik
perusahaan tersebut. (Antara)
Sumber : Bisnis Indonesia, 03.02.14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar