Oleh : Mohammad Sofi'i
MALANG (Bisnis.com): Untuk mencapai swasembada kedelai 2,2 juta ton pada 2014, pemerintah dinilai perlu mengkaji ulang penerapan regulasi bea masuk kedelai 0% dan perlunya merangsang pemberian insentif kepada swasta terkait perluasan lahan kedelai.
Prof. Suyamto, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Tanaman Pangan Departemen Pertanian, mengatakan untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri saat ini yang mencapai 2 juta ton per tahun banyak bergantung kepada kedelai impor.
"Ketergantungan terhadap kedelai impor masih tinggi, berkisar antara 60% hingga 70%.
Hal itu tidak terlepas dari tingkat produktivitas kedelai kita yang hanya sebesar 800.000 ton per tahun," kata Suyamto seusai membuka Seminar Nasional Hasil penelitian Aneka Kacang dan Umbi di Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi) Kabupaten Malang, hari ini.
Menurut dia, pemerintah perlu menerapkan bea masuk terhadap kedelai impor untuk menumbuhkan gairah petani menanam kedelai, termasuk menjaga stabilitas harga lokal. Bila harga kedelai lokal di bawah kedelai impor, maka dikhawatirkan minat petani menanam kedelai akan semakin jatuh.
Harga kedelai sendiri, ujarnya, idealnya sekitar Rp6.000 per Kg. Sedangkan harga kedelai saat ini berkisar antara Rp5.300--Rp5.500 per Kg.
"Pemberian insentif kepada swasta antara lain dengan memberikan kemudahan dan fasilitas kami rasa perlu dilakukan dalam rangka perluasan lahan kedelai, utamanya pada lahan kelapa sawit."
Puslitbang, lanjut dia, memang mengusulkan salah satu upaya pencapaian swasembada kedelai adalah melalui perluasan lahan tanaman sawit, di mana kedelai akan dikembangkan di areal sisipan pertanaman kelapa sawit.
Selain itu juga ada alternatif lain, yakni pengembangan areal sentra pertanaman kedelai serta areal pencetakan lahan produktif.
"Saat ini luas lahan kedelai masih berkisar antara 700.000 hingga 800.000 hektare dengan kemampuan produksi rata-rata 1,1 ton per hektare. Idealnya per hektare mencapai 1,3-1,5 ton," ujarnya.(er)
Sumber : Bisnis Indonesia, 21.12.09.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar