KOMPAS.com - Proses pengembangan produk baru selalu menarik untuk dikaji. Seperti proses melahirkan seorang bayi, pengembangan produk baru merupakan tahapan proses yang penuh dengan tantangan dan beresiko tinggi.
Karena begitu beresikonya, proses pengembangan baru di perusahaan biasanya melibatkan berbagai lintas divisi atau departemen. Tidak hanya divisi pemasaran saja tapi juga sampai bagian operasional lain.
Secara umum proses pengembangan produk baru dilakukan melalui berbagai tahapan yang di dalamnya dikontrol secara ketat sampai pada keputusan produk baru tersebut jadi diluncurkan atau tidak.
Tahapan-tahapan pengembangan produk adalah sebagai berikut: Pertama adalah penemuan ide (Discovery: idea generation dan screening). Pada tahap awal ini biasanya di mulai dari studi pasar terkait dengan tren pasar, identifikasi perilaku konsumen dan eksplorasi needs and wants konsumen.
Berbagai ide dasar yang didapatkan dari tahap idea generation disaring untuk mendapatkan ide yang relevan dengan produk yang akan dikembangkan.
Kedua adalah tahap pengembangan (Development: Concept and Product Testing). Pada tahap ini tim R&D mulai menyusun berbagai alternatif konsep produk yang akan diluncurkan termasuk fitur dan manfaat yang didapatkan oleh konsumen, dimana alternatif konsep tersebut akan diuji kepada konsumen untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap berbagai alternatif konsep produk tadi.
Ketiga adalah tahap komersialisasi (commercialization: Product Launch and evaluation). Setelah perusahaan memutuskan produk yang akan diluncurkan, maka tahap ini adalah tahap yang paling krusial karena di tahap inilah perusahaan akan mulai memperkenalkan dan mengkomunikasikan produk tersebut ke pasar.
Di era legacy, pengembangan produk baru lebih sering dilakukan atas paradigma company-centric atau product-centric, karena ia secara tradisional dikendalikan oleh perusahaan, sementara konsumen hanya dimintai opini terhadap produk tersebut.
Lain halnya dengan era New Wave di mana proses pengembangan produk tidak lagi dilakukan secara vertikal namun secara horisontal. Di sini perusahaan memberikan peluang yang sebesar-besarnya kepada konsumen untuk ikut terlibat aktif dalam pengembangan produk baru.
Artinya produk adalah kreasi bersama antara perusahaan dengan konsumennya. Prahalad dan Ramaswamy berpendapat apabila perusahaan sudah menjalankan proses co-creation seperti ini dengan baik, maka value dari produk tersebut akan lebih baik dari produk yang dihasilkan melalui NPD biasa di era Legacy.
Praktek pengembangan produk berbasiskan co-creation ini biasa dilakukan oleh produk-produk berteknologi seperti Firefox, Fiat, Boeing, Electrolux dan lain-lain.
Namun seperti yang telah dikupas sebelumnya, banyak produk-produk lain yang mencoba berkreasi bersama dengan konsumennya. Lego contohnya menggunakan co-creation untuk menciptakan berbagai macam desain permainan.
Starbucks menggunakan mystarbuckidea.com untuk menampung aspirasi konsumen untuk pengembangan produk baru mereka. Nike menggunakan NIKEid.com yang memungkinkan konsumen mendesain sendiri sepatu dan kaos yang mereka inginkan.
Dalam menerapkan co-creation, ada beberapa hal yang harus dipenuhi. Pertama, identifikasi perilaku konsumen Anda dalam membeli, yang mana secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu high involvement dan low involvement.
Konsumen dengan proses pembelian produk high involvement adalah konsumen yang ketika membeli produk tersebut harus memperhatikan dengan teliti setiap fitur yang ada dalam produk tersebut dan biasanya proses pembeliannya membutuhkan waktu yang lama, sementara low involvement adalah produk-produk yang proses pembeliannya relatif singkat dan lebih bersifat “beli putus.”
Produk-produk yang masuk kategori high involvement antara lain otomotif, elektronik, perbankan dan produk high-tech lainnya. Sementara produk-produk yang low involvement biasanya produk-produk yang terkait dengan consumer goods.
Industri yang secara tipikal sarat dengan konsumen yang berperilaku high involvement adalah industri yang relatif lebih mudah menerapkan co-creation karena tipikal konsumen di industri ini jauh lebih aktif dari pada industri yang konsumennya memiliki low involvement terhadap produk.
Kedua, pilihlah konsumen Anda yang terbaik yang akan dilibatkan dalam co-creation. Sebutlah mereka co-creator, atau konsumen yang memiliki kombinasi kriteria konsumen dengan tingkat loyalitas tinggi yang disebut sebagai promoters dan konsumen dengan sifat kreatif dan innovatif yang disebut sebagai innovator. Memang tipe konsumen yang co-creator ini tidak banyak.
Sebagai gambaran, sebuah studi yang pernah dilakukan oleh Unilever di Eropa menunjukkan bahwa hanya 1 persen dari total konsumen memiliki kriteria sebagai co-creator. Karena itu, tantangan paling penting dari semua tahapan co-creation adalah menentukan siapa saja co-creator yang nantinya akan terus menerus dilibatkan dalam pengembangan produk baru.
Kalau sudah ketemu konsumen yang seperti ini, tentunya penciptaan nilai bersama yang dilakukan dengan konsumen akan terwujud berlimpah ruah.
Oleh : Hermawan Kartajaya (HK),Waizly Darwin
Sumber : Kompas, 09.10.09.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar