KOMPAS.com -- Dinginnya malam di Kota Bogor membuat perut minta diisi dengan minuman dan makanan yang hangat. Di tengah dingin malam, segelas bandrek susu hangat ditambah dengan bubur ayam cocok untuk mengganjal perut yang mulai keroncongan.
Selain Tugu Kujang dan angkotnya yang banyak, nama Air Mancur cukup tersohor di Kota Bogor. Sama halnya dengan Jalan Pajajaran dan Taman Kencana. Air Mancur yang terletak di Jalan Sudirman punya tempat yang menarik yang bisa dikunjungi khususnya tempat yang menjajakan aneka macam makanan.
Bisa dikatakan kawasan Air Mancur ini mirip dengan Bundaran HI di Jakarta. Yang membedakan, selain ukuran, Bundaran Air Mancur Bogor merupakan taman yang setiap hari digunakan ribuan warga Bogor, bahkan juga orang dari Jakarta untuk bersantai dari sore hingga larut malam. Umumnya kaum muda.
Suasana di Bundaran Air Mancur Bogor sangat hidup dan semarak karena tempat yang menjajakan makanan di lokasi tersebut buka hingga dini hari. Jumat malam dan Sabtu tempat tersebut menjadi lautan manusia dari berbagai kalangan. Ada kelompok motor, kelompok mobil, pencinta musik dan lainnya. Mereka berbaur melewatkan malam panjang.
Satu minuman yang paling khas di kawasan Air Mancur adalah bandrek susu (bansus). Bisa dikatakan belum pas dan puas jika ke tempat itu tanpa meneguk minuman penghangat yang dikenal sebagai bansus Air Mancur itu.
Bisa dibilang, bandrek masih satu keluarga dengan bajigur. Hal yang membedakan adalah bahan dasarnya. Bandrek berupa campuran minuman yang terbuat dari sari jahe dan rempah-rempah sehingga beraroma pedas dan hangat. Biasanya disajikan selagi panas.
Penambahan susu pada bandrek menjadikan rasa pedas bandrek sedikit berkurang, diganti dengan gurihnya susu. Namun ada juga yang lebih suka ditambah es batu sehingga jadilah bansus dingin.
Sebagai pelengkap bansus, jajanan tenda di Air Mancur juga menyediakan aneka jenis panganan khas Bogor yang menggoda selera seperti lupis, ketan kukus, buras, dan aneka macam gorengan yang dilengkapi dengan sambal kacang. Aneka kue ini dijual dengan harga Rp 700 sedangkan untuk lupis dibanderol Rp 1.000.
Berhubung bentuknya warung tenda, dengan tempat duduk seadanya, maka kalau pengunjung sedang ramai, mereka harus rela antre untuk mendapat giliran. Harus siap untuk duduk berdesak-desakan pula.
Suhemi (70), salah satu penjual aneka gorengan dan bansus, sudah berjualan di kawasan tersebut sejak 1967. Menurutnya, sejak dahulu almarhum Mang Ukar – suaminya – berjualan di lokasi yang sama dengan berbagai gorengan, rokok, kopi, teh, bandrek.
“Dulu Bapak malah dagangnya dipikul dan keliling, dan terakhir dia mangkal di Air Mancur. Saya yang biasa menyiapkan kue-kuenya,” ujar nenek dari 10 cucu ini.
Sekarang, perempuan yang kerap disapa mamih bandrek ini hanya sesekali datang ke warung yang diteruskan oleh ketiga anaknya. Selain menu biasa, sekarang warung ini juga menambah menu sate kikil yang biasa disantap dengan buras. Untuk yang memasak seluruh makanan dilakukan keluarganya secara bergotong royong.
“Yang penting kita harus tekun dalam menjalankan usaha seperti ini. Meski hasilnya juga enggak seberapa. Alhamdulillah bisa menghidupi keluarga,” katanya sambil tersenyum.
Bubur ayam juga ada
Selain bansus, ada juga pedagang yang melengkapi warung dengan berjualan bubur ayam. Tidak sedikit warga Bogor , bahkan dari luar Bogor, yang ‘kecanduan’ bubur ayam Abah Ujang. Seporsi bubur ayam hanya Rp 7.000. Dilengkapi pula dengan aneka sate, mulai dari sate ati ampela, usus, jantung, telur puyuh hingga kikil yang dijual seharga Rp 1.500 per tusuk.
Abah Ujang mengaku sudah berjualan di kawasan tersebut pada tahun 1978. Namun awalnya hanya berjualan jamu dan bansus saja. Kemudian baru pada tahun 1998 menambahkan dengan bubur ayam.
“Waktu itu pas krisis ekonomi, jadi jualan jamu saja tidak cukup. Akhirnya terpikirkan untuk membuat bubur ayam, lumayanlah untuk menambah penghasilan,” ujarnya.
Dibantu sang istri, setiap hari Ujang memasak lima liter beras untuk dijadikan bubur ayam. Tetapi pada akhir pekan bisa masak hingga 14 liter beras. Sedangkan sate jeroan ayam dan kikil dipersiapkan sejak pagi hari, karena untuk mendapatkan rasa yang empuk harus direbus dahulu kurang lebih satu jam.
Menurutnya, yang paling lama mengolah sate usus karena harus terlebih dahulu dibersihkan kotorannya. “Untuk usus ini prosesnya memakan waktu 1,5 jam,” Ujang menjelaskan.
Sedangkan untuk bandrek, Abah Ujang mengaku meracik sendiri bubuknya. Bandrek ala Abah Ujang ini terdiri dari campuran jahe, kayu manis, gula merah, gula putih dan susu kental manis. Segelas bansus panas dijual seharga Rp 3.500, sedangkan bansus dingin Rp 4.000.
Rata-rata pedagang bansus itu mulai menggelar dagangan pukul 16.00 hingga pukul 04.00. Kehadiran mereka sangat menolong bagi mereka yang sedang bertugas di malam hari atau buat mereka yang doyan melek hingga dini hari dan mencari sesuatu untuk menghangatkan badan.
Martabak legit
Kawasan Air Mancur Bogor tak hanya menyediakan bansus dan bubur ayam. Tak jauh dari kedua warung tenda tersebut di atas, sekitar 40 langkah dari tenda Bubur Ayam Abah Ujang atau sekitar 15 meter dari tenda bansus, pengunjung bisa menikmati Martabak Air Mancur. Tidak seperti dua warung tenda tadi, warung martabak ini permanen.
Pengunjung tidak perlu berdesak-desakan duduk di kursi kayu atau antre berdiri. Banyak tempat tersedia. Baik di luar maupun di dalam ruangan yang ber-AC.
Dengan nyaman pengunjung bisa memilih dari 12 rasa martabak. Martabak Air Mancur ini memang cukup terkenal, apalagi rasa keju, coklat dan kacang yang tebal dan legit. Banyak yang memborong untuk dibawa jadi oleh-oleh. Harga mulai Rp 25.000.
Sumber : Warta Kota - Dian Anditya M, 13.04.10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar