JAKARTA: Pemerintah diimbau menempuh kebijakan nasionalisasi kapal asing dengan membentuk usaha patungan dari pada melakukan revisi Undang-undang Pelayaran.
Usulan itu ditujukan terhadap kapal asing bidang offshore (penunjang kegiatan migas lepas pantai) yang gagal memenuhi tenggat peralihan ke bendera Merah Putih paling lambat 7 Mei 2011, seperti yang diamanatkan Pasal 341 UU No.17/2008 tentang Pelayaran.
Kapal yang paling mendapat banyak sorotan adalah kelompok C, yang meliputi jack up rig, MODU (mobile offshore drilling unit), drill ship, seismic 3D, dan contruction ship.
Anggota Komisi V DPR Abdul Hakim mengatakan nasioalisasi kapal atau peralatan terapung offshore dapat dijadikan pilihan setelah dispensasi yang diberikan pemerintah tidak dimanfaatkan kontraktor migas untuk menggunakan bendera Merah Putih.
“Saya setuju dengan usulan nasionalisasi terhadap kapal asing atau (operator migas) mengubah kapal yang dipakainya menjadi berbendera Merah Putih dengan proses yang sudah diatur dengan peraturan perundangan,” katanya kepada Bisnis kemarin.
Abdul Hakim tetap menolak usulan revisi UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan meminta pemerintah mencari jalan lain guna menyelamatkan lifting minyak yang diklaim dapat terancam karena cabotage.
Namun, dia mengaku sejauh ini belum ada draf rancangan revisi UU Pelayaran yang sudah diajukan pemerintah ke DPR. “Komisi V belum menerima draf revisi UU Pelayaran dan belum ada agenda untuk membahasnya.”
Usulan nasionalisasi kapal asing disodorkan oleh Indonesian Cabotage Advocation Forum (INCAFO). Forum itu menilai konsep nasionalisasi lebih tepat dibandingkan dengan merevisi UU Pelayaran.
“Karena pemerintah sudah memberikan waktu yang cukup kepada seluruh kapal berbendera asing di Indonesia untuk beralih menggunakan bendera Merah Putih,” ujar Idris Sikumbang, Kordinator INCAFO Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Dia mengingatkan operator kapal berbendera asing masih diberikan kesempatan untuk beroperasi hingga 7 Mei 2011 sesuai dengan Permenhub No. 73 tahun 2010.
Namun, katanya, setelah tenggat waktu itu tercapai, kapal yang beroperasi di Indonesia seharusnya sudah berbendera Merah Putih sesuai dengan UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran pasal 341.
“Kalau masih ada yang berbendera asing setelah 7 Mei 2011, nasionalisasi saja dengan cara membentuk usaha patungan yang mayoritas kepemilikannya dimiliki oleh pengusaha atau orang Indonesia,” katanya.
Dia menjelaskan celah dan dispensasi kepada kapal berbendera asing yang beroperasi di Indonesia untuk mengubah bendera kapalnya sudah diberikan sejak 2005 saat Inpres No. 5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Maritim diteken Presiden.
Melangggar UU
Namun, Sekretaris Masyarakat Pemerhati Pelayaran, Pelabuhan dan Lingkungan Maritim (Mappel) Maman Permana mengatakan usulan nasionalisasi kapal asing setelah 7 Mei 2011 termasuk upaya penegakan hukum yang berpotensi melanggar hukum.
Untuk itu, pihaknya lebih memilih agar pemerintah menegakkan UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. “Patuhi saja UU Pelayaran pasal 284. Kalau mau beralih bendera ke dalam negeri, ikuti pasal 158. Selesai,” tegasnya.
Dia menegaskan UU Pelayaran tidak memuat satu pasal pun tentang nasionalisasi. “Nasionalisasi bisa dilakukan jika muncul konflik antara dua negara seperti yang pernah dilakukan terhadap kapal milik Belanda menjadi milik Indonesia.”
Saat ini, katanya, pelaksanaan UU Pelayaran hanya tergantung kepada komitmen Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam menegakkan peraturan yang dibuat sendiri. “Sekarang tergantung komitmen Kemenhub.”
Sumber : Bisnis Indonesia, 04.01.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar