JAKARTA: Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengeluhkan rencana investasi industri saat ini masih terkendala oleh ketentuan Pasal 4 ayat 3 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 176/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin Serta Barang dan Bahan Untuk Pembangunan Atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal.
Wakil Sekretaris Umum Apindo Franky Sibarani mengatakan dalam pasal 4 ayat 3, pengusaha akan mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor mesin dalam rangka pengembangan industri untuk jangka waktu 2 tahun, jika kapasitas terpasang di lokasi investasi yang baru mencapai 30% dari kapasitas sebelumnya (eksisting).
"Jadi ini yang sangat sulit diterima industri, khususnya industri consumer good terutama makanan. Di dalam ketentuan itu tidak mengakomodir kepentingan industri," katanya, hari ini.
Dia mencontohkan industri minuman memiliki 10 pabrik lalu berniat membuka pabrik baru, sesuai ketentuan PMK tersebut, baru akan mendapatkan fasilitas bea masuk apabila kapasitasnya paling sedikit 30% dari total kapasitas eksisting.
"Ketentuan ini membatasi bea masuk untuk bahan baku dan mesin-mesin. Ini menghambat laju investasi di dalam negeri. Kalau orang mau investasi saja itu sudah baik, tidak perlu dibatasi," tukasnya.
Kendati telah dikeluarkan pada 16 November 2009, Franky mengakui bahwa dampak atas pasal 4 ayat 3 dalam PMK 176/2009 ini baru dirasakan oleh para pelaku usaha.
Dalam PMK tersebut, fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin dalam rangka pengembangan industri diberikan untuk jangka waktu pengimporan selama 2 tahun.
Dalam pasal 4 ayat 3 disebutkan perusahaan yang telah menyelesaikan pengembangan industri, kecuali industri yang menghasilkan jasa, sepanjang menambah kapasitas paling sedikit 30% dari kapasitas terpasang, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas barang dan bahan untuk keperluan tambahan produksi paling lama 2 tahun.
Fasilitas ini diberikan untuk jangka waktu pengimporan selama 2 tahun sejak berlakunya keputusan pembebasan bea masuk.
Kendala lain yang menghambat investasi sektor industri adalah kurangnya infrastruktur listrik yang memadai di dalam negeri.
Direktur Eksekutif Indotextiles Redma Gita Wirawasta menegaskan pemerintah belum mampu menyerap potensi investasi baru dari investor di sektor tekstil dan produk tekstil yang berniat merelokasi pabrik di China, KOrea Selatan dan Taiwan ke dalam negeri. Investasi yang terjadi beberapa tahun terakhir ini lebih ditujukan untuk modernisasi permesinan, sedikit perluasan kapasitas usaha.
"Dalam 3 tahun terakhir banyak investor luar yang akan membangun pabrik disini, tetapi karena masalah ketidaktersediaan energi listrik mereka beralih ke Vietnam dan Bangladesh. Padahal kalau mereka jadi berinvestasi, ekspor TPT nasional tahun ini bisa naik lebih dari 30%,” tegas Redma.(yn)
Sumber : Bisnis Indonesia, 10.01.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar