JAKARTA: Industri plastik nasional mendesak pemerintah segera merevisi Peraturan Menkeu No.241/PMK. 011/2010 yang menetapkan bea masuk propilena dan etilena sebesar 5% karena bisa mendongkrak harga produk hilir hingga 10%.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Aromatik, Olefin & Plastik Indonesia (INAPlas) Fajar A.D. Budiyono mengatakan PMK tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor itu mengenakan bea masuk bahan baku plastik dengan pos tarif 2901.21.00.00 untuk etilena dan 2901.22.00.00 untuk propilena sebesar 5%.
Menurut dia, pengenaan bea masuk itu akan mendorong harga produk hilir naik hingga 10% karena kedua bahan baku itu mempengaruhi harga produk antara, seperti polyvinyl chloride (PVC), poliester, polistirena, dan polyethylene terephthalate (PET) yang banyak digunakan untuk kemasan plastik.
“Kami sudah berjuang terus untuk menekan harga. Dampak bea masuk itu, paling sedikit harga bahan baku naik 5% dan untuk produk akhirnya berpotensi naik 10%,” katanya hari ini.
Fajar mengatakan bahan baku propilena dan etilena banyak yang diimpor dari negara-negara yang belum menandatanganai kesepakatan perdagangan bebas. Propilena dan etilena saat ini hampir seluruhnya diimpor dari Timur Tengah.
Selain itu, lanjutnya, bea masuk mesin dan suku cadang yang masuk dalam pos tarif 87.44 akan menekan investasi karena mesin plastik umumnya masih diperoleh dari Eropa, terutama Jerman dan Italia. “Investasi mesin akan merosot karena harus diselesaikan perhitungan terlebih dahulu.”
Pada 2009, investasi mesin plastik kemasan di Indonesia mencapai 179,2 juta euro. Impor dari Jerman tercatat 46% dari total impor mesin, Italia 20%, dan Jepang 10%., sementara impor mesin dari China dan Taiwan masing-masing hanya 7% dan 3%. (hl)
Sumber : Bisnis Indonesia, 23.01.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar