JAKARTA: Pelaku usaha menyambut baik penerbitan Peraturan Menkeu No. 80/PMK. 110/2011 sebagai revisi atas PMK 241/2010 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.
Meski demikian, mereka menegaskan masalah bea masuk hanya sebagian dari berbagai permasalahan daya saing industri di Tanah Air yang perlu segera dibenani.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik (INAPLas) Fajar A.D. Budiyono mengatakan pelaku industri kimia menyambut baik penerbitan PMK 110 tersebut. Menurut dia, PMK 80 tersebut diharapkan mendorong kinerja industri dan mengurangi defisit perdagangan, terutama dengan China, seiring dengan penurunan biaya.
“Memang tidak semua terpenuhi, terutama di sektor permesinan. Akan tetapi, mesin-mesin sekarang justru bisa diperoleh dari China yang sudah 0%,” katanya kepada Bisnis hari ini.
Kendati telah diundangkan sejak 18 April, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Gabungan Elektronik (F-Gabel) Yeane Keet mengaku baru mengetahui revisi PMK 110 tersebut.
“Kami menerima perkembangan itu dengan baik, akan tetapi harus kami pelajari terlebih dahulu karena PMK ini baru diundangkan dan kami belum mendapatkan sosialisasi.”
Sekjen Dewan Pengurus Pusat Demisioner Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Wing Wirjawan menilai PMK 80 tersebut akan memukul industri galangan kapal.
PMK itu menurunkan bea masuk kapal menjadi 0% hingga akhir tahun ini, meskipun akan dinaikkan lagi menjadi 5% pada tahun berikutnya. Seharusnya, kata Wing, impor kapal utuh tetap dikenakan bea masuk. “Agar ada keadilan dan pemerintah seharusnya memberikan perlakuan yang sama bagi industri dalam negeri dan impor,” katanya.
Wing menegaskan pembebasan bea masuk hanya akan dinikmati oleh asosiasi pemilik kapal yang tergabung dalam INSA (Indonesian National Shipowners Association). Adapun, daya saing industri galangan kapal justru turun karena biaya produksi makin mahal untuk membayar bea masuk komponen dan PPN (pajak pertambahan nilai).
“Akibatnya, akan terjadi deindustrialisasi di industri perkapalan karena banyak pengusaha yang akhirnya memilih menjadi pedagang daripada menjadi produsen,” katanya.
Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Franky Sibarani mengatakan revisi tersebut cukup signifikan karena 182 pos tarif yang direvisi dapat mempengaruhi daya saing industri padat karya.
"Cukup atau tidak sebenarnya relatif, tetapi 182 itu sudah menyelesaikan rencana lebih besar karena kebanyakan berdampak pada industri padat karya yang kontribusinya besar terhadap perekonomian," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah melalui Menteri Perindustrian menjanjikan revisi untuk sektor industri lainnya akan menyusul. "Ada beberapa sektor seperti yang berkaitan dengan farmasi dan mebel juga diusulkan direvisi," kata Franky.
Presiden Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia Tjokro Gunawan menyambut gembira revisi tersebut karena pengaruhnya cukup besar bagi daya saing industri yang terdesak oleh barang impor.
"Ini sedikit hiburan bagi kami di tengah-tengah harga bahan baku yang sulit dikendalikan," kata Tjokro.
Ketua Umum Asosiasi Industri Mesin Perkakas Indonesia Dasep Ahmadi merasa revisi tarif bea masuk tersebut tidak banyak berpengaruh pada produksi mesin perkakas yang sebagian besar komponennya didatangkan melalui skema impor lain.
"Kalaupun ada pengaruh cuma 5% pada biaya produksi. Yang kami tuntut pemerintah tegas memaksakan peningkatan penggunaan produk dalam negeri [P3DN] yang bisa menaikkan penjualan hingga 30%," kata Dasep.
Chief of Safety Glass Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman Indonesia Yustinus Gunawan menyatakan hal serupa. Menurut dia, kestabilan pasokan gas lebih penting bagi industri kaca.
"Ada beberapa bahan baku yang kita impor, tetapi tidak seberapa bermasalah dibandingkan pasokan gas yang tidak pernah stabil," ungkapnya.
Sementara itu, Sekjen Dewan Pengurus Pusat Demisioner Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Wing Wirjawan menilai PMK 80 tersebut akan memukul industri galangan kapal.
PMK itu menurunkan bea masuk kapal menjadi 0% hingga akhir tahun ini, meskipun akan dinaikkan lagi menjadi 5% pada tahun berikutnya. Seharusnya, kata Wing, impor kapal utuh tetap dikenakan bea masuk. “Agar ada keadilan dan pemerintah seharusnya memberikan perlakuan yang sama bagi industri dalam negeri dan impor,” katanya.
Wing menegaskan pembebasan bea masuk hanya akan dinikmati oleh asosiasi pemilik kapal yang tergabung dalam INSA (Indonesian National Shipowners Association). Adapun, daya saing industri galangan kapal justru turun karena biaya produksi makin mahal untuk membayar bea masuk komponen dan PPN (pajak pertambahan nilai).
“Akibatnya, akan terjadi deindustrialisasi di industri perkapalan karena banyak pengusaha yang akhirnya memilih menjadi pedagang daripada menjadi produsen,” katanya.(hl)
Sumber : Bisnis Indonesia, 20.04.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar