JAKARTA: Pemerintah diminta fokus menyusun standar nasional untuk produk industri hilir, yang dianggap memiliki nilai tambah lebih tinggi dari produk pertanian atau produk bahan baku.
Presiden Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia Tjokro Gunawan mengatakan pemerintah seharusnya mengutamakan penyusunan standar nasional Indonesia (SNI) untuk produk industri hilir. "Jika produk industri hilir terlindungi, industri penunjangnya juga merasakan dampaknya karena kebutuhan bahan baku meningkat," katanya ketika dihubungi Bisnis, hari ini.
Pemerintah, jelas Tjokro, terkadang terlalu mengutamakan industri hulu yang kebanyakan berupa industri besar dari pada industri hilir yang kebanyakan berukuran kecil dan menengah. "Padahal jumlahnya lebih besar. Di plastik contohnya, ada sekitar 6.000 industri hilir yang tertekan oleh kebijakan pemerintah melindungi industri hulu," ucap Tjokro.
Ketua Gabungan Elektronik Indonesia (Gabel) Ali Soebroto menyatakan produsen elektronik siap menerapkan SNI, bahkan telah mendorong kewajiban SNI untuk lemari es dan mesin cuci sejak setahun lalu. "Masalahnya laboratoriumnya belum siap, karena SNI tersebut membutuhkan tempat pengujian di kota-kota di penjuru Indonesia," jelas Ali.
Selama ini, baru 68 produk yang berstatus SNI wajib dari 3.969 SNI yang ada. Produk yang telah memiliki SNI wajib antara lain logam lembaran, sepeda, sepatu dan lampu swabalast.
Chief of Safety Glass Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman Indonesia Yustinus Gunawan mengatakan penerapan standar sebaiknya ditujukan untuk menjaga kualitas produk, terutama yang berkaitan dengan keselamatan. "Industri harus didorong memproduksi barang dengan kualitas tinggi, agar bisa bersaing di pasar internasional," kata Yustinus.
Industri kaca lembaran hanya memiliki satu SNI, sektor industri dengan jumlah SNI paling sedikit. Produksi kaca lembaran di Tanah Air mencapai 900.000 ton pada tahun lalu, 35% di antaranya di jual ke luar negeri.
Sebelumnya, Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Setiadi mengatakan akan memacu penyusunan SNI dan akan merevisi SNI yang sudah ada namun tidak lagi relevan. Selain itu, dia ingin memastikan Perpres no. 54/2010, mengenai kewajiban SNI untuk barang dan jasa yang diadakan menggunakan APBN, direalisasikan.
"Saat ini baru TNI dan Polri yang telah menjalani, saya ingin dorong agar BUMN dan Kementerian lainnya juga merealisasikan kebijakan tersebut," ucap Bambang.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menyatakan kebijakan tersebut mampu mendorong produsen TPT lebih serius menerapkan SNI. "Kita telah menerapkan SNI sejak lama untuk memenuhi tuntutan kualitas, tapi memang ada peningkatan sejak TNI/Polri diwajibkan," kata Ade. (bsi)
Sumber : Biisnis Indonesia, 24.04.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar