Suatu sore menjelang rapat
Komite Kebijakan Sektor Keuangan pada Mei 2003 di Departemen Keuangan (sekarang
Kementerian Keuangan). Saat itu, saya beserta beberapa teman meliput rapat
Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) yang membahas mengenai perkembangan
restrukturisasi utang maupun penanganan utang debitur kelas kakap yang
ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Kebetulan menjelang rapat
KKSK, saya berpapasan dengan Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung dan
menanyakan kapan uang divestasi Bank Danamon masuk ke rekening BPPN. Dia
kemudian menunjukkan bukti faksimili transfer uang masuk ke rekening BPPN di
Citibank dari hasil penerimaan divestasi 51% saham Bank Danamon.
Saat itu, BPPN telah
menetapkan konsorsium Asia Finance yang dimiliki oleh Temasek Holding dan Deutsche
Bank sebagai pemenang divestasi 51% saham Bank Danamon mengalahkan Konsorsium
Bhakti Capital Indonesia dan Konsorsium Bank Artha Graha. Konsorsium Bank Artha
Graha dinyatakan gugur karena memasukkan penawaran tanpa disertai jaminan (bid
bond) senilai US$15 juta.
Konsorsium Asia Financial
beranggotakan Temasek Holdings dengan kepemilikan 85% dan sisanya adalah
Deutsche Bank dengan porsi 15%. Harga yang ditawarkan Asia Financial adalah
sebesar Rp1.202 per saham mengalahkan konsorsium Bhakti Capital yang mengajukan
penawaran sebesar Rp1.025 per saham.
Milik Usman Admadjaja
Penawaran dari Asia
Financial merefleksikan 1,27 kali nilai buku Bank Danamon per 31 Desember 2002
yang telah diaudit. Bank Danamon terpaksa harus masuk penanganan BPPN karena
pemiliknya Usman Admadjaja tak mampu melunasi kucuran dana Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia (BLBI) maupun obligasi rekap senilai Rp28,8 triliun.
Setelah dihitung dengan
sejumlah transaksi lain, lelaki kelahiran Tanjungkarang, Lampung, pada 1947
tersebut diwajibkan membayar kepada BPPN senilai Rp12,5 triliun. Selanjutnya
Temasek memegang kendali terhadap Bank Danamon dengan sejumlah nama yang keluar
masuk dari entitas bisnis tersebut. Setelah dipimpin oleh Francis Andrew
Rozario, berlanjut ke Sebastian Paredes dan kemudian Henry Ho Hon Cheong.
Salah satu keputusan penting
yang dilakukan oleh Bank Danamon adalah membeli PT Adira Dinamika Multifinance
Tbk dan masuk ke pasar kredit mikro melalui Danamon Simpan Pinjam. Akuisisi
terhadap Adira dilakukan secara bertahap dan dituntaskan pada tahun lalu
sehingga Bank Danamon menguasai 95% perusahaan pembiayaan tersebut #Tanda
persiapan divestasi Danamon# Henry Ho
secara resmi masuk ke Bank Danamon pada 29 April 2010 setelah Sebastian Paredes
mundur pada Januari.
Setelah dari BII, Henry Ho
mampir sebentar ke Temasek Holdings dan menjabat sebagai Managing Director.
Sebelumnya, Henry Ho adalah eks Direktur
Utama PT Bank Internasional Indonesia Tbk menggantikan Sigit Pramono (yang
kemudian menjabat sebagai Dirut PT Bank Negara Indonesia Tbk) dan berperan
dalam membantu penyelesaian transaksi penjualan bank tersebut ke Malayan
Banking Berhad pada 2008.
Malayan Banking Berhad
membeli 56,8% saham PT Bank Internasional Indonesia Tbk yang dimiliki oleh
konsorsium Sorak Financial senilai Rp13,65 triliun. Konsorsium tersebut
dimiliki oleh Fullerton Financial Holding (anak usaha Temasek) dan Kookmin
Bank, Korea Selatan.
Masuknya Henry Ho
menimbulkan spekulasi di sejumlah pelaku pasar, kapan Bank Danamon akan dijual.
Ternyata spekulasi tersebut benar. Setelah didahului penawaran saham terbatas
(rights issue) Bank Danamon senilai Rp4,9 triliun pada pertengahan semester II 2011, DBS Group Holding Ltd. pada awal pekan ini
mengumumkan telah mengakuisisi seluruh saham Fullerton Financial Holdings yang
ada di Asia Financial (Indonesia) Pte. Ltd. Asia Financial memiliki 6,45 miliar
saham atau setara dengan kepemilikan 67,37% saham Bank Danamon.
Harga yang disepakati
adalah Rp45,2 triliun dengan kesepakatan
harga Rp7.000 per saham. Setelah transaksi ini selesai, DBS akan menggelar
penawaran tender sesuai dengan peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) No IX.H.I terhadap seluruh saham Bank Danamon yang ada di
pasar modal pada level harga Rp7.000.
Harga tersebut merupakan
premium 56,3% di atas volume weighted average price dalam sebulan terakhir yang
berada di level Rp4.480 per saham. Selanjutnya, DBS akan menerbitkan 439 juta
saham baru untuk Temasek pada level harga S$14,07 per saham atau setara dengan
S$6,2 miliar. Transaksi ini akan meningkatkan kepemilikan saham Temasek di DBS
dari semula 29% menjadi 40%. Bisa disebut tidak ada yang berubah dengan entitas
pemegang saham pengendali, hanya berganti nama tetapi belakangnya tetap saja
Temasek. (munir.haikal@bisnis.co.id)
Sumber : Bisnis Indonesia,
03.04.12.
Info terkait Bank Danamon,
silakan baca [030412.ID.BIZ] Aksi Korporasi : DBS Caplok DANAMON US$3,2 Miliar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar