MAKASSAR: Gabungan Forwarder
dan Ekspedisi Indonesia atau Gafeksi Sulsel menilai biaya logistik di kawasan
Timur Indonesia adalah yang tertinggi di Indonesia sehingga menyebabkan harga
barang di wilayah ini lebih mahal dibandingkan dengan harga barang di Pulau
Jawa, Sumatra dan Bali.
Sekretaris Gafeksi Sulawesi
Selatan Maruddani Pangerang mengatakan kontribusi biaya pengiriman barang di
kawasan timur dapat mencapai antara 50% dan 60% dari harga barang.
"Padahal di Jawa,
Sumatra, dan Bali, kontribusi biaya logistik-nya hanya 30%. Kondisi tersebut,
jelas membuat harga barang di kawasan timur Indonesia cukup mahal,"
ujarnya, Selasa 17 April 2012.
Dia memberi contoh, harga
satu zak semen di Makassar saat ini mencapai Rp45.000 hingga Rp50.000, tiba di
Papua, harganya bisa melonjak menjadi Rp200.000 per zak. Sementara itu,
barang-barang yang diproduksi di Sulsel atau di wilayah timur lainya, hingga
kini masih sulit bersaing di pasar nasional, sebab biaya logistiknya yang
mahal.
Maruddani menambahkan,
persoalan utama dari mahalnya biaya logistik tersebut adalah terkait
infrastruktur yang tersedia. Misalnya untuk pengiriman barang dari Makassar ke
Manado melalui darat, masih memakan waktu antara 4 hari dan 5 hari.
Padahal, jaraknya kurang
lebih sama dengan jarak dari Surabaya ke Jakarta. Adapun waktu tempuh dari
Surabaya ke Jakarta, hanya sekitar satu malam. Itu pun belum termasuk kapasitas
angkut. Di Jawa, Sumatra, dan Bali, dari sisi kapasitas, angkutan bisa
mengangkut 48 ton barang sekali jalan.
Sementara itu dari Makassar
ke Manado, barang yang bisa didistribusikan hanya sekitar 20 ton saja. Ini
adalah kondisi riil yang terjadi. Seharusnya, papar Maruddani, persoalan
tersebut bisa diselesaikan oleh masing-masing pemerintah provinsi. Apalagi
sekarang telah dibentuk Badan Kerja Sama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS).
Lembaga tersebut, ungkapnya,
bisa menjembatani persoalan mahalnya biaya logistik di kawasan timur Indonesia
yang disebabkan oleh kendala infrastruktur. "Tidak ada jalan lain [untuk
menekan biaya logistik], selain harus membangun infrastruktur guna mengatasi
masalah ini," tegasnya.
Pengembangan pelabuhan
Direktur Utama PT Pelindo IV
(Persero) Harry Sutanto juga pernah mengatakan, persoalan utama distribusi
logistik di kawasan timur adalah infrastruktur.
"Apalagi daya tampung
beberapa pelabuhan di kawasan timur yang berada di wilayah Pelindo IV, kini
sudah sangat terbatas," katanya.
Akibat hal itu waktu tunggu
kapal pun menjadi tinggi, begitu juga proses bongkar muat di masing-masing
pelabuhan. Hal itu lanjutnya, baru dari satu aspek saja. Belum lagi persoalan
lainnya seperti, gudang-gudang penampung di beberapa pelabuhan di wilayah timur
yang tidak buka selama 24 jam.
"Seharusnya barang yang
dibongkar bisa langsung masuk ke gudang, tapi karena tidak buka 24 jam terpaksa
harus menunda hingga beberapa jam baru bisa masuk ke gudang penampung,"
paparnya.
Dia menegaskan, terkait
dengan tingginya waktu tunggu kapal menurut Harry, pihaknya sudah menyiapkan
investasi Rp762 miliar tahun ini, untuk melakukan pengembangan beberapa
pelabuhan di kawasan timur.
Dari rencana investasi itu,
ada yang kini sudah berjalan, ada yang sedang dalam tahap persiapan, sedangkan
untuk Pelabuhan Makassar, Pelindo IV sedang merencanakan perluasan Dermaga
Soekarno seluas 150 meter, dari yang ada sekarang hanya 1.360 meter, guna
meminimalisir waktu tunggu kapal yang belakangan ini cukup tinggi di Pelabuhan
Makassar.
Rencana perluasan dermaga
itu sendiri, diestimasi menelan investasi kurang lebih Rp150 miliar. Saat ini
pihaknya tengah menunggu rekomendasi yang dikeluarkan pihak Pemkot Makassar,
setelah itu proses pembangunan segera dilakukan.
Adapun investasi yang Rp150
miliar tersebut menurut Harry, diluar nilai investasi yang Rp762 miliar tahun
ini. "Nilai investasi Rp150 miliar untuk perluasan Dermaga Soekarno,
merupakan investasi khusus, diluar yang Rp762 miliar rencana investasi kami
tahun ini," tegasnya. (sut)
Sumber : Bisnis Indonesia,
17.04.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar