JAKARTA: National Maritime
Institute (Namarin) menyatakan pemerintah cq Kementerian Perhubungan dan
Kementerian BUMN agar meninjau ulang pola kerjasama operasi (KSO)
dalam pengelolaan Terminal Peti Kemas Koja di Pelabuhan Tanjung Priok yang
diselenggarakan Pelindo II dan Hutchison Port Indonesia (HPI).
Direktur Namarin Jakarta
Siswanto Rusdi, menilai pola KSO sudah tidak cocok lagi dengan kondisi sekarang
dalam pengelolaan terminal maupun koor bisnis jasa kepelabuhanan.
Dia mengatakan, sudah
seharusnya Pelindo II dan HPI sudah menyiapkan entitas bisnis baru yang lebih
memberikan kepastian dan berbadan hukum dalam pengelolaan TPK Koja di Pelabuhan
Tanjung Priok saat ini.
“Pola KSO di TPK Koja itu
kan warisan masa lalu (orde baru) seiring
beralihnya kepemilikan Humpus
kepada Hutchison Port Indonesia pada pengelolaan terminal peti kemas
tersebut,” ujarnya kepada Bisnis, hari ini, Rabu (13/6).
Dia mengatakan TPK Koja
masih memiliki potensi cukup besar untuk di kembangkan lewat berbagai langkah
investasi fasilitas dan peralatan untuk mendongkrak produktivitas dan daya
tampung dalam melayani arus peti kemas ekspor impor melalui pelabuhan Priok.
“Jadi saya lihat KSO TPK
Koja itu diakhiri saja,kemudian dibuat sebagai entitas bisnis baru atau di
spinoff. Soalnya, dengan status yang lebih jelas (tidak KSO) kepastian
melakukan investasi itu bisa lebih terjamin,” tuturnya.
Namarain mengaku prihatin
dengan ‘pembiaran’ status KSO TPK Koja selama ini. Padahal, kata dia, kegiatan
bisnis intinya tidak berbeda dengan terminal peti kemas di sebelahnya yakni
Jakarta International Container Terminal (JICT) di Pelabuhan Tanjung Priok.
“JICT juga sama-sama dikuasai HPI dan Pelindo II,” ujar Siswanto.
Sebelumnya, Serikat Pekerja
Pelabuhan Indonesia/ Indonesia Port Coperation (SPPI-II) juga mendesak
perubahan pengoperasian TPK Koja dari KSO saat ini agar berbadan hukum menjadi
PT (Perseroan Terbatas).
Ketua Umum SPPI-II, Kirnoto,
menilai pola KSO di TPK Koja tidak menguntungkan pekerja pelabuhan karena tidak
ada kepastian nasib pekerja setelah KSO berakhir.
Dia mengatakan, dengan
komposisi KSO saat ini 48% oleh HPI dan 52% dimiliki Pelindo II, ternyata tidak
memberikan suasana kondusif terutama untuk investasi peralatan di terminal peti
kemas tersebut. “Tuntutan menjadikan pengoperasian TPK Koja berbadan hukum PT
juga seringkali disampaikan para pekerja di terminal peti kemas tersebut,”
ujarnya.
Realisasi bongkar muat peti
kemas ekspor impor melalui TPK Koja sepanjang Januari s/d Mei 2012 mencapai
323.288 TEUs (213.917 bok), atau naik 2% dibanding pencapaian periode yang sama
tahun lalu 318.084 TEUs atau setara 208.011 bok. (k1/arh)
Sumber : Bisnis Indonesia,
13.06.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar