JAKARTA: Proses penundaan kewajiban pembayaran utang sementara PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA) kemungkinan memerlukan perpanjangan karena kompleksitas tagihan yang juga melibatkan pemegang obligasi dan tagihan intercompany atau anak perusahaan.
Hakim pengawas Sujatmiko menyatakan pesimis proposal perdamaian bisa diselesaikan sesuai jadwal PKPU sementara, dan kemungkinan membutuhkan lebih banyak waktu atau perpanjangan.
Debitur, yang juga dihadiri Direktur Utama BLTA Widiharjo Tanudjaja, meminta waktu tambahan untuk menyusun composition plan atau draf awal proposal perdamaian. Mereka menyebut kemungkinan untuk menjual beberapa kapal guna memenuhi kewajiban utang.
Akan tetapi untuk sampai pada perpanjangan waktu diperlukan voting dari kreditur yang kemungkinan dilakukan setelah 10 Agustus, yang merupakan jadwal penyampaian proposal perdamaian oleh kreditur.
Pada rapat rapat verifikasi atau pencocokan piutang hari ini (7/8) diketahui bahwa utang BLTA yang telah dicocokkan mencapai kurang lebih Rp22 triliun dari 162 kreditur.
Hal tersebut disampaikan pengurus Andrey Sitanggang pada rapat di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pengurus menekankan bahwa daftar yang disampaikan dalam rapat itu bersifat sementara.
“Daftar yang kami sampaikan masih perlu ditelaah lebih dalam, sehingga daftar yang dibacakan nanti masih bersifat sementara,” ujarnya. Dalam perkembangan berikutnya, ujarnya, ada kemungkinan berubah jumlahnya ataupun sifatnya.
Kreditur yang terdaftar itu diantaranya adalah PT Arpeni Pratama Ocean Line, PT BNI Syariah, Deutsche AG, PT Mandiri Tbk., PT Bank International Indonesia, PT Bank Mizuho Indonesia, Citigroup Global Market, dan JP Morgan Chase.
Rapat tersebut merupakan bagian dari penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sementara BLTA yang diketok palu pada 3 Juli dengan nomor 27/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst. (Bsi)
Sumber : Bisnis Indonesia, 07.08.12.
Hakim pengawas Sujatmiko menyatakan pesimis proposal perdamaian bisa diselesaikan sesuai jadwal PKPU sementara, dan kemungkinan membutuhkan lebih banyak waktu atau perpanjangan.
Debitur, yang juga dihadiri Direktur Utama BLTA Widiharjo Tanudjaja, meminta waktu tambahan untuk menyusun composition plan atau draf awal proposal perdamaian. Mereka menyebut kemungkinan untuk menjual beberapa kapal guna memenuhi kewajiban utang.
Akan tetapi untuk sampai pada perpanjangan waktu diperlukan voting dari kreditur yang kemungkinan dilakukan setelah 10 Agustus, yang merupakan jadwal penyampaian proposal perdamaian oleh kreditur.
Pada rapat rapat verifikasi atau pencocokan piutang hari ini (7/8) diketahui bahwa utang BLTA yang telah dicocokkan mencapai kurang lebih Rp22 triliun dari 162 kreditur.
Hal tersebut disampaikan pengurus Andrey Sitanggang pada rapat di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pengurus menekankan bahwa daftar yang disampaikan dalam rapat itu bersifat sementara.
“Daftar yang kami sampaikan masih perlu ditelaah lebih dalam, sehingga daftar yang dibacakan nanti masih bersifat sementara,” ujarnya. Dalam perkembangan berikutnya, ujarnya, ada kemungkinan berubah jumlahnya ataupun sifatnya.
Kreditur yang terdaftar itu diantaranya adalah PT Arpeni Pratama Ocean Line, PT BNI Syariah, Deutsche AG, PT Mandiri Tbk., PT Bank International Indonesia, PT Bank Mizuho Indonesia, Citigroup Global Market, dan JP Morgan Chase.
Rapat tersebut merupakan bagian dari penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sementara BLTA yang diketok palu pada 3 Juli dengan nomor 27/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst. (Bsi)
Sumber : Bisnis Indonesia, 07.08.12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar