MERDEKA.COM. PT Hanjaya Mandala (H.M) Sampoerna Tbk resmi
merumahkan 4.900 buruh pelinting Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Lumajang dan
Jember, Jawa Timur secara efektif per 16 Mei lalu. Saat ini, pembahasan
pesangon masih dilakukan dengan para buruh.
Direktur Corporate Affair H.M Sampoerna Yos Adiguna
Ginting meyakini para buruh linting itu mayoritas menerima skema pesangon yang
ditawarkan perusahaan. Soalnya, kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
diklaim sangat lengkap. "Mereka berhenti bekerja 16 Mei, tapi mereka masih
diberi gaji sampai 31 Mei dan diberi topangan pelatihan," ujarnya kepada
merdeka.com di Jakarta, Rabu (28/5).
Yos mengungkapkan, ada perbedaan skema pesangon bagi
buruh di dua kabupaten itu. Bagi para pekerja pabrik Jember, diberikan pesangon
2 kali dari PMTK, ditambah uang tambahan sesuai kebijakan perusahaan setara
gaji empat bulan. Ini karena pabrik itu beroperasi belum genap dua tahun.
"Di dalamnya sudah ada komponen Tunjangan Hari Raya, sementara sebenarnya
hak THR belum akan muncul," ujarnya.
Skema pesangon berbeda diberikan pada buruh untuk pabrik
Lumajang. Sebab, di sana ada serikat pekerja yang memimpin negosiasi dengan
manajemen. Pabrik ini juga sudah beroperasi mendekati tiga tahun.
"Sesuai perundingan, yang disepakati bagi pekerja
dengan masa kerja sampai 1 tahun, maka pesangon sesuai UU tenaga kerja yaitu
dua kali PMTK ditambah 4 bulan upah. Sedangkan yang masa kerjanya sampai 2
tahun, ditambah 6 bulan upah," ungkap Yos.
Di luar pesangon, 4.900 buruh yang dipecat mendapat
pelatihan wirausaha. Sampoerna mengaku menyerahkan proses pelatihan kepada
Dinas Tenaga Kerja setempat. "Ada tiga jenis pelatihan yang akan diberikan
Juni nanti, yaitu pelatihan motivasional, pelatihan manajemen pengelolaan
keuangan sederhana, dan kewirausahaan," kata Yos.
Manajemen pusat Sampoerna mengklaim sampai sekarang tidak
ada penolakan dari para pekerja. Kendati PHK ini memukul perusahaan, tapi Yos
merasa itu sekaligus memberi kesempatan buruh pelinting untuk menjajal kerja di
sektor usaha lain.
"Tidak ada tuntutan dari para pekerja. Mereka
memahami dan malah menghargai kepatuhan perusahaan pada undang-undang
ketenagakerjaan," katanya.
Pabrik rokok yang saham mayoritasnya dikuasai konsorsium
Phillip Morris ini menutup dua pabrik SKT itu, lantaran penjualan turun.
Konsumen di Indonesia kini lebih suka rokok filter atau mild. Penurunan pangsa
pasar segmen kretek tanpa filter mencapai 23 persen sepanjang 2013. "Kita
sebenarnya sulit sekali mengambil keputusan ini. Tapi itu harus dilaksanakan
demi baiknya perusahaan juga," kata Yos.
Untuk memproduksi seluruh SKT-nya, Sampoerna selama ini
memanfaatkan tujuh pabrik dan 38 perusahaan mitra. Dengan penutupan di Jember
dan Lumajang, alhasil pabrik rokok yang dikenal lewat merek Dji Sam Soe dan A
Mild ini tinggal mengoperasikan lima pabrik milik sendiri.
Sumber : Merdeka, 29.05.14.