MERDEKA.COM. PT Hanjaya Mandala (H.M) Sampoerna menyebut
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 4.900 buruh pelinting di Lumajang dan
Jember, Jawa Timur, menyedihkan. Manajemen mengakui keliru membaca perkembangan
pasar rokok, khususnya jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Tanah Air.
Direktur Corporate Affair H.M Sampoerna Yos Adiguna
Ginting menyatakan, pabrik di Jawa Timur itu sebetulnya belum sampai tiga tahun
berjalan. Bahkan, pabrik di Jember baru beroperasi satu tahunan lebih.
Ekspansi di Jawa Timur dilakukan, lantaran manajemen
membaca data bahwa pangsa pasar SKT di Indonesia meningkat pada 2011. Pada
2010, angka penjualan SKT sekitar 74 miliar batang, kemudian setahun berikutnya
menjadi 79 miliar batang, dan 80 miliar batang pada 2012.
"Karena pada 2011 ada kenaikan (permintaan), karena
ini SKT maka kalau butuh peningkatan kapasitas produksi ya menambah tenaga
kerja," ujarnya kepada merdeka.com, di Jakarta, Rabu (26/5).
Prediksi perseroan meleset, ternyata bulan madu bisnis kretek
tanpa filter hanya berlangsung beberapa bulan. Pada 2013, penjualan SKT secara
nasional langsung terjun bebas, menjadi cuma 74 miliar batang.
Perseroan terlanjur menambah pabrik dan langsung menjadi
limbung. Manajemen mengaku tidak mengetahui mengapa konsumen ramai-ramai
beralih membeli Sigaret Kretek Mesin (SKM) alias rokok filter serta produk
mild. "Tapi kan pasar memang begitu, dulu wartel laris kemudian tidak
lagi. Penyebabnya kompleks, yang bisa saya katakan preferensi konsumen berubah,"
kata Yos.
Sejak tahun lalu, manajemen sudah ancang-ancang
mengurangi buruh pelinting. Jam kerja pabrik dikurangi, ada libur dua hari
dalam sepekan, sampai sebagian buruh yang berusia tua ditawarkan pensiun dini.
Kondisi tidak membaik tersebut, membuat perseroan
memutuskan dua pabrik di Jatim tidak dapat dipertahankan. Sebab, penurunan
pangsa pasar segmen kretek tanpa filter mencapai 23 persen sepanjang 2013.
"Kita sebenarnya sulit sekali mengambil keputusan ini. Tapi itu harus
dilaksanakan demi baiknya perusahaan juga," kata Yos.
Untuk memproduksi seluruh SKT-nya, Sampoerna selama ini
memanfaatkan tujuh pabrik dan 38 perusahaan mitra. Dengan penutupan di Jember
dan Lumajang, alhasil pabrik rokok yang saham mayoritasnya dikuasai konsorsium
Phillip Morris ini tinggal mengoperasikan lima pabrik milik sendiri.
Sedangkan untuk pabrikan mitra, Yos mengaku menyerahkan
penyesuaian jumlah pegawai masing-masing. Sampoerna pun sudah mengurangi
pesanan rokok dari mitranya.
Sumber : Merdeka, 28.05.14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar