Bisnis.com,
JAKARTA—Pengelola Jakarta International Container Terminal (JICT) di Pelabuhan
Tanjung Priok masih menunggu arahan dari manajemen Pelindo II/IPC untuk
mengimplementasikan penggunaan mata uang rupiah dalam transaksi jasa
kepelabuhan atau terminal handling charges (THC) untuk layanan bongkar muat peti
kemas ekspor impor di JICT.
Presdir PT. JICT, Riza
Erivan mengatakan
sampai saat ini biaya THC ekspor impor peti kemas di JICT masih menggunakan mata
uang dollar AS.
“THC pakai
mata uang Rupiah kami masih menunggu arahan IPC/Pelindo II sebab kami (JICT)
ini kan salah satu anak perusahaan IPC,” ujarnya menjawab Bisnis, disela-sela
peluncuran sistem layanan transaksi
mandiri pembayaran ekspor impor (Gen2 Online Billing Self Service/G-BOSS),Senin
(18/5).
Saat ini, THC
yang harus dibayar pemilik barang di Pelabuhan Tanjung Priok terdiri atas Container Handling Charge (CHC)
ditambah surcharge. Untuk peti kemas ukuran 20 kaki dengan kondisi full
container load (FCL) sebesar US$95 per boks dengan rincian CHC US$83
dan surcharge US$12. Sedangkan peti kemas ukuran 40 kaki dikenakan THC sebesar
US$145 per boks yang terdiri dari CHC US$124 ditambah surcharge US$21.
Riza
mengatakan, penyempurnaan aturan penggunaan seluruh transaksi jasa
kepelabuhanan layanan ekspor impor di Indonesia menggunakan mata uang rupiah
masih terus digodok oleh Bank Indonesia. “Saya mendengar dedline-nya Juli tahun
ini, karenanya kami masih menunggu arahan IPC untuk itu,” paparnya.
Kendati
begitu, dia mengungkapkan jika transaksi kepelabuhanan di JICT menggunakan mata
uang rupiah akan sangat berdampak pada nilai investasi maupun cash flow
perusahaan yang selama ini di tanamkan dalam mata uang dollar AS.
Riza
mengatakan tahun ini JICT juga akan menambah investasi melalui peremajaan 20
unit head truck untuk mendukung kegiatan bongkar muat dan delivery di dalam
terminal peti kemas dan melakukan pendalaman berthing di terminal I JICT, serta
menyiapkan infrastruktur joint gate JICT dan Terminal Peti Kemas Koja.
“Joint gate
diharapkan rampung 2016, sedangkan untuk pengembangan di terminal 2 JICT masih
menunggu perpanjangan konsesi,” paparnya.
Kepala Otoritas
Pelabuhan Tanjung Priok, Bay M.Hasani mengatakan penggunaan mata uang Rupiah dalah layanan
kepelabuhanan ekspor impor/internasional sudah diatur dalam UU No:17/2011
tentang mata uang dan diatur juga lewat Permenhub No:105/1/7/Phb/2014.
“Sosialisasinya
di Priok juga sudah dilaksanakan oleh pihak Bank Indonesia tahun lalu,”
ujarnya.
Namun, Direktur
Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino mengatakan, pihaknya justru
telah mengajukan pengecualian Peraturan Bank Indonesia No. 17/3/PBI/2015 tentang
Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Kesatuan Republik Indonesia.
Menurutnya,
pengecualian terhadap kewajiban transaksi rupiah untuk kapal-kapal berbendera
asing karena dinilai tidak merugikan negara.
PBI ini merupakan turunan dari Undang-undang No. 7/2011 tentang Mata Uang
yang melarang transaksi dalam valas di wilayah Indonesia.
Dalam Pasal
21 ayat (1) PBI tersebut diakomodir adanya pengecualian apabila kontrak atau
perjanjian tertulis dibuat sebelum 1 Juli 2015. Sampai kontrak
berakhir, transaksi masih diperkenankan menggunakan mata uang asing. Ketika
kontrak selesai, maka seluruh pihak di Indonesia wajib mematuhi PBI ini.
"Kita
mengajukan pengecualian karena buat kita aturan itu aneh. Kita kejar
terus," kata Lino saat peresmian IPC
Corporate University.
Sumber :
Bisnis Indonesia, 18.05.15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar