Bisnis.com,
MAKASSAR - Sebanyak 12 perusahaan besar diduga melakukan praktik kartel dalam pengaturan
stok ayam.
Karena
itu, Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meningkatkan status dari penyelidikan
ke persidangan terkait dugaan persekongkolan yang dilakukan oleh 12 pelaku
usaha atau perusahaan besar tersebut.
"KPPU
telah menyelesaikan penyelidikan terkait dugaan kartel pengaturan stok ayam
yang dilakukan beberapa perusahaan di bidang budi daya ayam," ujar Ketua
KPPU-RI Muh Syarkawi Rauf di Makassar, Jumat (5/2/2016).
Perusahaan
yang diduga melakukan kartel yaitu PT Charoen Pokphand Jaya Farm, PT Japfa
Comfeed Indonesia, PT Satwa Borneo, PT Wonokoyo Jaya Corp.
Kemudian
PT
CJ-PIA (Cheil Jedang Superfreed), PT Malindo, PT Taat Indah bersinar, PT
Cibadak Indah Sari Farm, CV. Missouri, PT Ekspravet Nasuba, PT Reza Perkasa dan PT
Hybro Indonesia.
Syarkawi
mengungkapkan, dalam proses penyelidikan, tim penyelidik menemukan alat bukti
yang cukup terkait dengan dugaan pelanggaran Pasal 11 Undang Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam
pasal itu berbunyi; pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur
produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Menurutnya,
hasil penyelidikan telah dilaporkan ke Komisi pada rapat komisi dan komisi
menyetujui jika laporan tersebut dilanjutkan ke tahap persidangan.
"Perkara
ini merupakan inisiasi KPPU bukan berdasarkan laporan masyarakat. Diawali
dengan adanya pemberitaan terkait adanya kesepakatan pengafkiran indukan ayam
(parent stock) yang dibuat oleh beberapa perusahaan," katanya.
Kesepakatan
itu, lanjut Syarkawi, juga diketahui oleh Pemerintah dalam hal ini Dirjen
Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) yang kemudian oleh KPPU dilakukan
penyelidikan.
Dalam
penyelidikan diketahui harga jual anak ayam yang baru berumur sehari atau DOC
mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari harga jual DOC sebelum dilakukan
pengafkiran parent stock. Hal ini juga akhirnya berdampak pada naiknya harga
daging ayam di pasar.
Selain
permasalahan tersebut KPPU juga menemukan adanya klausul dalam kesepakatan yang
bersifat diskriminatif yang berpotensi melanggar Pasal 24 Undang Undang Nomor 5
Tahun 1999 yaitu semua perusahaan yang akan impor bibit harus bergabung dengan
GPPU karena ke depan akan dilibatkan dalam penerbitan rekomendasi
ekspor/impor.
Sumber
: Bisnis Indonesia, 05.02.16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar