JAKARTA: Masyarakat
Transportasi Indonesia mendesak pemerintah segera menerbitkan peraturan
presiden tentang Rencana Induk Transportasi Terintegrasi Jabodetabek (RITTJ)
dan Otoritas Transportasi Jabodetabek (OTJ).
Ketua Masyarakat
Transportasi Indonesia (MTI) mengatakan pelaksanaan RITTJ dan pembentukan OTJ
penting agar pembangunan transportasi di Indonesia menjadi lebih terarah.
Terutama untuk pembangunan
proyek prioritas seperti peningkatan kapasitas KA Komuter Jabodetabek, MRT,
restrukturiasi trayek dan penambahan kapasitas sistem bus Jabodetabek,
area-wide surveillance and monitoring system, dan electronic road pricing.
Menurut Danang, pembentukan
OTJ yang merupakan 1 dari 20 instruksi wapres untuk mengatasi transportasi di
Jabodetabek tidak dapat dilepaskan dari rencana induk yang akan dijalankan.
Pasalnya, OTJ merupakan
lembaga yang secara otoritas memastikan pemerintah daerah dan pemerintah pusat
secara konsisten menjalankan program transportasi perkotaan sesuai RITTJ.
Pelaksanaan masterplan yang
telah disiapkan selama ini tidak berjalan dengan lancar karena banyaknya tangan
serta kewenangan yang mengatur dan ikut memutuskan. Dengan OTJ seluruh
kewenangan transportasi untuk pelaksanaan RITTJ diatur secara penuh oleh
lembaga tersebut sehingga mempermudah koordinasi antar daerah.
“Masterplan (RITTJ) tidak
bisa dilaksanakan tanpa bantuan OTJ sebagai lembaga yang mengkonsolidasikan
program pengatasan kemacetan kota besar. Karenanya Perpres RITTJ dan OTJ harus
diselesaikan secepatnya,” ucapnya dalam diskusi Mencari Format yang Tepat bagi
Otoritas Transportasi Jabodetbek: Antara kebutuhan integrasi dan
desentralisasi, hari ini.
Deputi Bidang Infrastruktur
dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Perekonomian Luky Eko Wuryanto
menambahkan, seharusnya tidak ada lagi alasan serta kendala yang membatasi
penerbitan Perpres tersebut.
Persoalah pembagian
kewenangan yang selama ini sempat dipersoalkan dan mengganjal pembentukan OTJ
yang melibatkan 10 daerah otonomi, menurutnya sudah menemui jalan keluar.
“Dari sisi hukum, tidak lagi
ada masalah tumpang tindih kekuasan. Persoalan kewenangan hanya tinggal
dibentuk manajemen dari sisi operasi dan resiko pelaksanaan sehingga semua
pihak bisa terima,” ucapnya dikesempatan yang sama.
Namun tetap saja, seluruh
kewenangan tersebut berada di tangan Presiden sebagai pemegang kekuasaan. (Bsi)
Sumber : Bisnis Indonesia,
16.11.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar