JAKARTA, KOMPAS.com —
Indonesia bisa dihantam krisis ekonomi sedahsyat yang pernah dialami negeri ini
tahun 1997, akibat krisis utang di Eropa dan Amerika Serikat.
Jumlah aliran dana asing
alias hot money yang beredar di Indonesia lima kali lipat dibandingkan tahun
1997. Pengetatan likuiditas di negara-negara Eropa, sebagai obat krisis utang
beberapa negara anggota Uni Eropa, bisa membuat hot money di Indonesia ditarik
keluar.
Ekspor yang terus mengalami
pelambatan akibat krisis di Eropa dan Amerika Serikat juga bakal menekan nilai
tukar rupiah. Pada gilirannya, krisis utang di Eropa bakal berimbas pada
perekonomian Indonesia.
Mantan Menteri Perekonomian,
Rizal Ramli, di Jakarta, Selasa (15/11/2011),memprediksi hantaman krisis di
Indonesia akibat krisis utang di Eropa bakal sangat terasa pada kuartal pertama
tahun 2012.
Rizal mengatakan, penjelasan
resmi pemerintah bahwa Indonesia tidak bakal terimbas krisis harus disikapi
hati-hati. Persoalannya, krisis tahun 1997 juga akibat pemerintah melenakan
berbagai sinyal krisis.
"Penjelasan resmi
pemerintah, Indonesia enggak bakal kena krisis; ekonomi dan fundamental ekonomi
Indonesia kuat sekali," katanya. "Pernyataan-pernyataan begini sama
seperti yang diungkapkan pada tahun 1997-1998 bahwa ekonomi Indonesia fundamentalnya
kuat, cadangan devisa besar. Menurut saya, kita harus hati-hati karena cadangan
devisa yang besar itu tidak seluruhnya milik pemerintah."
Rizal menyebutkan, dari
cadangan devisa Indonesia 110 miliar dollar AS, punya pemerintah paling banyak
hanya seperempatnya. Sisanya dimiliki oleh swasta.
"Kita kan menganut
sistem devisa yang superbebas. Kalau ada apa-apa, swasta ini pasti telepon
banknya supaya uangnya dikirim ke luar negeri. Nah sekarang itu, jumlah uang
panas atau hot money lima kali lipat dari tahun 1998," ujar Rizal.
Celakanya, menurut Rizal,
pemerintah tidak mampu melakukan reformasi birokrasi sehingga tidak ada
perubahan dalam kultur birokrasi.
"Birokrasi masih
merupakan penghambat. Yang namanya hot money tidak berhasil berubah jadi cold
money, uang dingin. Idealnya, uang panas itu diubah jadi uang dingin masuk ke
investasi sektor riil," katanya.
Rizal menunjukkan, sinyal
krisis sebetulnya sudah mulai terasa. "Pelan-pelan ekspor Indonesia sudah
mulai melambat, dan itu juga terjadi di negara lain. China saja yang hebat
sudah mulai slow down karena dua raksasa ekonomi, Eropa dan Amerika, mengalami
pelambatan," ujarnya.
Dampak krisis utang di
Eropa, menurut Rizal, bisa terlihat dari dua hal. Dampaknya melalui dua
mekanisme. "Satu, mekanisme ekspor. Ekspor Indonesia mulai melambat 2012.
Sayangnya impor kita naiknya tinggi terus. Akibatnya, surplus di neraca
pembayaran dan transaksinya berjalan makin lama makin kecil. Itu akan memberi
tekanan terhadap mata uang rupiah," ungkap Rizal.
Kedua, menurutnya, melalui
mekanisme finansial. "Karena krisis, Eropa sedang mengetatkan likuiditas
dan sektor moneternya. Dengan begitu, mereka mau tidak mau menarik investasi di
portofolio mereka di Indonesia," ucapnya.
Sumber : Kompas, 16.11.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar